labuan bajo
Jumat, 22 April 2022 21:35 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
LABUAN BAJO (Floresu.com) -Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengutuk keras penggusuran yang dilakukan Badan Pengelola Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BPO-LBF) terhadap masyarakat Labuan Bajo
Melalui siaran pers yang ditandatangani Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika, KPA juga mengajukan lima permintaan kepada pemerintah Presiden Joko Widodo, Kementerian LHK dan Kemenparekraf.
Kelima permintaah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Permintaan atau desakan tersebut disampaikan setelah KPA mencermati kondisi dan perkembangan terkait perampasan tanah yang dilakukan pemerintah demi percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Labuan Bajo dan sekiratnya.
Atas nama percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), Pemerintah Indonesia tidak henti-hentinya melakukan perampasan tanah rakyat disertai intimidasi dan kriminalisasi.
Pada Kamis, 21 April 2022 misalnya, BPO-LBF dikawal aparat gabungan TNI dan Polri menggusur kebun masyarakat untuk pembangunan jalan sebagai akses menuju proyek pengembangan wisata Hutan Bosowie di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Proyek ini merupakan bagian dari pengembangan kawasan wisata premium Labuan Bajo-Flores yang masuk ke dalam salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Tidak kurang 50 aparat gabungan TNI dan Polri melakukan pengawalan terhadap proses pembukaan jalan ini.
Proses pembukaan jalan ini mendapat hadangan dari warga. Warga yang berada di posko-posko penolakan awalnya secara baik meminta pihak BPO-LBF melakukan dialog terlebih dahulu.
Namun permintaan tersebut tidak digubris sehingga warga meneriaki pihak BPO-LBF dan bahkan berdiri menghadang ekskavator. Ujungnya, salah seorang warga Rancang Buka, Paulinus Jek ditangkap oleh aparat kepolisian dengan dalih pengamanan. Meskipun dibebaskan beberapa saat kemudian, pihak BPOP-LF terus melanjutkan upaya penggusuran kebun-kebun dan tanah masyarakat.
Penolakan yang dilakukan warga merupakan respon terhadap pembangunan yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Apalagi, pembangunan ini nantinya akan menggusur tanah-tanah dan kebun masyarakat.
Warga komunitas Rancang Buka merupakan satu dari tiga kelompok di Labuan Bajo yang terancam tergusur oleh rencana pembangunan kawasan wisata ini.
Padahal mereka telah mendiami wilayah seluas 150 hektar tersebut sejak tahun 1990. Bahkan warga telah beberapa kali berupaya mengajukan permohonan hak atas tanah mereka melalui skema pembebasan dari klaim kawasan hutan.
Namun ujung-ujungnya, pemerintah secara sepihak menetapkan lokasi tersebut sebagai kawasan wisata premium.
Melalui SK Tata Batas Hutan Manggarai Barat Nomor 357 Tahun 2016, hanya sekitar 38 hektar ditetapkan menjadi wilayah Area Penggunaan Lain (APL). Sedang bagian lain dari hutan yang dimohonkan untuk menjadi hak warga menjadi bagian dari kawasan yang diserahkan kepada BPO-LBF.
Melalui Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores, Pemerintah secara sepihak menentukan arah pembangunan yang mengarah pada pengrusakan Hutan Bowosie.
Kebijakan Pemerintah mengalih fungsikan lahan seluas 400 hektar Kawasan Hutan Bowosie untuk bisnis pariwisata. Selain itu, terdapat berbagai izin investasi di Taman Nasional Komodo, Badan Pelaksana Otorita dibentuk guna mempercepat investasi pariwisata skala besar di Labuan Bajo-Flores.
Selain itu, terdapat berbagai izin investasi di Taman Nasional Komodo, Badan Pelaksana Otorita dibentuk guna mempercepat investasi pariwisata skala besar di Labuan Bajo-Flores.
Terdapat tiga paket paket proyek yang telah diumumkan yaitu Pembangunan Akses Jalan Zona Otoritatif, Paket Pengawasan Pembangunan Akses Jalan Zona Otoritatif dan Kajian dan Penyusunan Rencana Bisnis dan Skema Investasi Lahan Otorita Badan Pelaksana Otorita-Labuan Bajo Flores (BPO-LBF).
Selain akan menggusur kebun dan tanah-tanah mereka, warga menolak karena pembangunan ini akan menyasar ekosistem karst yang sangat penting bagi sumber air warga di Labuan Bajo dan sekitarnya.
Pengembangan wisata di Kawasan Hutan Bowosie juga dapat mempersempit area resapan hujan di sekitar hutan lindung yang dapat mengakibatkan bencana banjir. Hal ini juga akan mengancam habitat alami sejumlah burung endemik Flores yang berada di Hutan Bowosie.
Penggusuran di Labuan Bajo ini terus menambah daftar panjang praktek-praktek pengggusuran dan perampasan tanah demi percepatan pembangunan proyek-proyek strategis nasional. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terdapat 40 letusan konflik agraria yang terjadi sepanjang 2021 akibat pembangunan PSN.
Angka ini naik secara siginifikan dari tahun 2020 dengan 17 letusan konflik.
Situasi ini akan semakin meningkat ke depan. Sebab, pemerintah telah menjadikan percepatan proyek-proyek strategis nasional sebagai lokomotif pemulihan ekonomi nasional pasca krisis yang melanda akibat Covid-19.
Menurut KPA proses penyelesaian konlik tanah di Labuan Bajo terkesan kerja target. Pemerintah melakukan jalan pintas, dengan cara sepihak dan tanpa melibatkan partisipasi publik.
Oleh karena itu KPA merasa perlu mengajukan lima permintaan sebagaimana disebutkan di atas.
“Apabila pemerintah tetap menggunakan jalan pintas, maka diprediksi letusan-letusan konflik akan semakin bertambah seiring percepatan seluruh proyek-proyek PSN tersebut,” pungkas KPA. (SP/Redaksi).
3 bulan yang lalu
3 bulan yang lalu