flores
Senin, 21 Juni 2021 21:48 WIB
Penulis:redaksi
"Tuan Sukarno. Jika suatu saat Tuan kembali lagi ke Ende, Tuan akan datang sebagai presiden Indonesia." Pater Pater Gerardus Huijtink SVD,meramalkan.
Saat datang ke Ende 1951, Sukarno seperti menjawab harapan Huijtink. Di atas podium, di lapangan Ende, Sukarno berkata:“Ketika saya berada di Ende tahun 1934 saya berkenalan dengan seorang pater yang bernama Huijtink. Adakah pater tersebut di antara saudara-saudara ?”
Huijtink mengangkat tangan. Sukarno memintanya maju ke podium.
“Dulu, aku datang ke Ende sebagai tahanan dan orang buangan dan Pater Huijtink banyak sekali membantuku. Sekarang, aku kembali ke Ende sebagai presiden. Apa yang Pater Huijtink minta dari presiden ?” kata Sukarno.
Huijtink menjawab cepat : “Tuan Presiden, saya tidak meminta apa pun yang lain. Saya hanya punya satu keinginan: menjadi warga negara Indonesia.”
Sukarno spontan menanggapi permintaan Huijtink : “Sejak saat ini saya sebagai Presiden Republik Indonesia memutuskan untuk memberikan kewarganegaraan kepada Pater Huijtink. Hal-hal yang menyangkut urusan administratif akan diatur di kemudian hari.”
Huijtink akhirnya tercatat sebagai warga negara Indonesia dan mengabdikan hidupnya sebagai pastor di Ende. Ia meninggal dan dimakamkan di sana juga.
Bung Karno memang punya kenangan tersendiri tentang Ende. Sebaliknya, (masyarakat) Ende menganggap Bung Karno adalah bagian dari mereka.
Perihal ini, Sirilus Wali, seorang seniman asal kampung Ndangakapa di wilayah paling barat Kabupaten Ende menulis sebuah naskah drama yang belum sempat dipentas hingga hari ini. Judul dramanya adalah, Bung Karno: Ja'o Ata Ende, Ende Ata Jao. Artinya, 'Bung Karno; Saya Orang Ende, Ende Orang Saya."
Nah, untuk mengenal lebih dekat siapa Bung Karno, saya cuplik Surat Islam dari Ende yang ke-9 sebagai berikut:
Ende, 22 April 1936.
Assalamu’alaikum,
Tuan, pospaket yang pertama, sudah saya terima: pospaket yang kedua sudah datang pula di kantor pos, tetapi belum saya ambil, karena masih ada satu- dua kawan yang belum setor uang kepada saya, padahal saya sendiri di dalam keadaan “kering”, - sebagai biasa - , sehingga belum menalanginya. Tapi dalam tempo tiga – empat hari lagi, niscayalah kawan-kawan semua sudah setor penuh. Di dalam paket yang pertama itu, ada “ekstra” lagi dari tuan, yaitu biji jambu mede. Banyak terima kasih. Kami seisi rumah, itu hari pesta lagi makan biji jambu mede, seperti dulu. Juga saya membilang banyak terima kasih atas tuan punya hadiah buku serta pinjaman buku.
Kabar tentang berdirinya pesantren, sangat sekali menggembirakan hati saya. Kalau saya boleh memajukan sedikit usul: hendaklah ditambah banyaknya “Pengetahuan Barat” yang hendak dikasihkan kepada murid-murid pesantren itu. Umumnya adalah sangat saya sesalkan, bahwa kita Islam-scholars (orang yang berilmu) masih sangat sekali kurang pengetahuan modern-science(pengetahuan modern). Walau yang sudah bertitel “mudjtahid” dan “ulama” sekalipun, banyak sekali yang masih mengecewakan pengetahuannya modern-science. Lihatlah misalnya kita punya majalah-majalah Islam: banyak sekali yang kurang berkualitas. Dan jangan tanya lagi bagaimana halnya kita punya kyai-kyai muda! Saya tahu, tuan punya pesantren bukan universitas, tapi alangkah baiknya kalau toh western science di situ ditambah banyaknya. Demi Allah “Islam - science ” bukan hanya pengetahuan Qur’an dan Hadits saja; “Islam – Science” adalah pengetahun Qur’an dan Hadits plus pengetahuan umum! Orang tak dapat memahami betul Qur’an dan Hadits, kalau tak berpengetahuan umum. Walau tafsir – tafsir Qur’an yang masyhurpun dari zaman dahulu,- yang orang sudah kasih titel tafsir yang “keramat”, - seperti misalnya tafsir Al- Bghawi, tafsir Al-Baidlawi, tafsir Al-Mazhari dls, - masih bercacat sekali; cacat – cacat yang saya maksudkan ialah misalnya: bagaimanakah orang bisa mengerti betul – betul Firman Tuhan, bahwa segala barang sesuatu itu dibikin olehNYa “berjodo-jodoan”, kalau tak mengetahui bologi, tak mengetahui elektron, tak mengetahui positif dan negatif, tak mengetahui aksi dan reaksi? Bagaimanakah orang mengerti FirmanNya, bahwa “kamu melihat dan menyangka gunung-gunung itu barang keras, padahal itu asal-mulanya serupa zat yang bersatu, lalu kami pecah-pecah dan kami jadikan segala barang yang hidup daripada air”, - kalau tak mengetahui sedikit astronomi? Dab bagaimanakah mengerti Ayat – ayat yang meriwayatkan Iskandar Zukarnain, kalau tak mengetahui sedikit history dan archaeology? Lihatlah itu blunder-blunder-Islam (kesalahan, kebodohan) sebagai “SultanIskandar” atau “raja Fir’aun yang satu” atau “perang Badar yang membawa kematiannya ribuan manusia hingga orang berenang di lautan darah”! Semuanya itu karena kurang penyelidikan history, kurang scientific feeling (kurang cinta kepada penyelidikan ilmu pengetahuan)
Alangkah baiknya kalau tuan punya muballigh-muballigh nanti bermutu tinggi , seperti tuan M.Natsir, misalnya! Saya punya keyakinan yang sedalam-dalamnya ialah, bahwa Islam di sini, - ya di seluruh dunia -, tak akan menjadi bersinar kembali kalau kita orang Islam masih mempunyai “sikap hidup” secara kuno saja, yang menolak tiap-tiap “ke-Barat-an” dan “ke-modernan”. Qur’an dan Hadits adalah kita punya wet yang tertinggi, tetapi Qur’an dan Hadits itu, barulah bisa menjadi pembawa kemajuan, suatu api yang menyala, kalau kita baca Qur’an dan Hadits itu dengan berdasar pengetahuan umum. Ya, justru Qur’an dan Haditslah yang mewajibkan kita menjadi cakrawati di lapangannya segala science dan progress, di lapangannya segala pengetahuan dan kemajuan. Kekolotan dan kekunoan dan kebodohan dan kemesuman itulah yang menjadi sebabnya ulama-ulama Hedjaz dulu memaksa Ibnu Saud merombak kembali tiang radio Madinah, kekunoan dan kebodohan dan kemesuman itulah pula yang menjadi sebabnya banyak orang tak mengerti dan tidak bisa mengerti sahnya beberapa aturan-aturan baru yang diadakan oleh Kemal Ataturk atau Riza Khan Pahlawi atau Josef Stalin! Cara kuno dan cara mesum itulah, - juga di atas lapangan ilmu tafsir - , yang menjadi sebabnya seluruh dunia Barat memandang Islam itu sebagai satu agama yang anti- kemajuan dan sesat. Tanyalah kepada itu ribuan orang Eropa yang masuk Islam di dalam abad keduapuluh ini: dengan cara apa dan dari siapa mereka mendapat tahu baik dan bagusnya Islam, dan mereka akan menjawab: bukan dari guru-guru yang hanya menyuruh muridnya “beriman” dan “percaya saja” , bukan dari muballigh-muballigh yang tarik muka angker dan hanya tahu putarkan tashbih saja, tetapi dari muballigh yang memakai cara penererangan yang masuk akal, - karena berpengetahuan umum. Mereka masuk Islam, karena muballigh-muballigh yang menghela mereka itu, ialah muballigh-muballigh modern dan scientific, dan bukan muballigh “a’la Hadramaut” atau “a’la Kyai bersorban”. Percayalah bahwa, bila Islam dipropagandakan dengan cara yang masuk akal dan up-to-date, seluruh dunia akan sadar kepada kebenaran Islam itu. Saya sendiri, sebagai seorang terpelajar, barulah mendapat lebih banyak penghargaan kepada Islam, sesudah saya mendapat membaca buku-buku Islam yang modern dan scientific. Apa sebab umumnya kaum terpelajar Indonesia tak senang Islam? Sebagian besar, ialah oleh karena Islam tak mau membarengi zaman , dank arena salahnya orang-orang yang mempropagandakan Islam: mereka kolot, mereka orthodox, mereka anti-pengetahuan dan memang tidak berpengetahuan, takhyul, jumud, menyuruh orang bertaqlid saja, menyuruh orang “percaya” saja, - mesum mbahnya mesum!
Kita ini kaum anti –taqlidisme? Bagi saya anti-taqlidisme itu berarti : kepada Qur’an saja “kembali” kepada Qur’an dan Hadits, tetapi “kembali kepada Qur’an dan Hadits dengan mengendarai kendaraannya pengetahuan umum”
Tuan Hassan, maafkanlah saya punya obrolan ini. Benar satu obrolan, tapi satu obrolan yang keluar dari sedalam-dalamnya saya punya kalbu. Moga-moga tuan suka perhatikannya berhubung dengan tuan punya pesantren. Hiduplah tuan punya pesantren itu!
Wassalam,
SUKARNO
12 hari yang lalu
sebulan yang lalu