Mengintip ‘Kemolekan’ Obyek Wisata di Maurole, Ende

Senin, 21 Maret 2022 00:05 WIB

Penulis:redaksi

ndangowuw.JPG
Pantai Ena Bara di Maurole, Kabupaten Ende (www.yootube.com)

MAUROLE (Floresku.com) - Flores memang diberkati dengan keindahan budaya dan alam yang tiada taranya. Banyak di antaranya yang belum dikuak, dan dikenal publik secara luas. Beberapa obyek wisata yang masih ‘tersembunyi’ itu ada di Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende.

Maurole berada di wilayah pesisir, di bagian utara Pulau Flores. Letaknya persis di tengah-tengah bentangan pulau yang punya nama mistik  Nusa Nipa itu.

Secara geografis Maurole, cukup strategis, berada di jalan raya lintas Pantura (pantai utara) Pulau Flores. 

Maurole dapat diakses, baik dari Kota Mbay, Nagekeo di bagian Barat, dengan jarak sekitar 108 km, dengan waktu tempuh 3 jam dan 20 menit. 

Jarak dari Kota Ende di bagian Selatan mencapai 76,2 km dengan waktu tempuh 2 jam dan 23 menit. Sedangkan jarak  dari Kota Maumere, Sikka, di bagian Timur, 90 km dengan waktu tempuh 2 jam dan 55 menit.

Waktu tempuh yang relatif lama sebagaimana digambarkan di atas mengisyaratkan bahwa infrastruktur jalan menuju ke Maurole belum bagus. Selain sempit dan berkelok-kelok, kondisi jalannya masih banyak berlubang.

Mungkin, ini jadi salah satu alasan mengapa, destinasi wisata di kawasan Maurole belum banyak dkenal, baik oleh wisatawan lokal, apalagi wisatawan Nusantara dan manca negara.

Secara administrasi, Kecamatan Maurole meliputi sembilan desa dan kelurahan. 

Beberapa desa di antaranya memiliki obyek wisata budaya dan alam yang tak kalah pesonanya dibandingkan dengan destinasi wisata di daerah lain yang sudah dikenal luas  semisal destinasi Wisata 17 Pulau di Riung, Kabupaten Ngada,  dan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat.

Potensi wisata budaya

Dinas Pariwisata Kabupaten Ende mengungkapkan bahwa Kecamatan Maurole memiliki sejumlah kekayaan budaya yang layak diangkat menjadi ‘obyek wisata’.

Misalnya, upacara penobatan tetua adat (mosalaki);hikayat dan legenda sejarah kampung tradisional Watukamba;  arsitektur tradisional bentuk rumah adat; kuliner lokal seperti kue cucur (filu); seni dan musik, misalnya feko genda (musik suling dan perkusi; pakaian tradisional lawo lambu (sarung dan baju untuk perempuan); dan kerajinan pane (peralatan makan yang terbuat dari tanah liat).

Pantai Ena Bara

Selain itu, Maurole dan desa-desa di sekitarnya menyimpan panorama alam yang begitu mempesona.

Salah satu destinasi wisata alam yang molek bestari adalah Pantai Ena Bara. Dalam bahasa lokal, ‘Ena’ berarti pasir dan ‘Bara’ berarti putih. Pasalnya,  pantai yang terletak di Desa Aewora, sekitar 9 km arah Timur, pusat Kecamatan Marurole memiliki pantai yang terdiri dari hamparan pasir berwarna putih.

Tidak hanya itu. Pantai Ena Bara juga dilengkapi dengan gulungan  ombak yang tenang dan air laut yang jernih, dengan gradasi warna hijau toska hingga ke biru gelap.

Sunset di Ena Bara, Maurole (Sumber: Instagram).

 Pantai ini pun memiliki  vegetasi yang tergolong asri, sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk berteduh di kala panas mentari siang menjadi semakin menyengat. 

Di waktu senja,  Pantai Ena Bara kembali mempertontonkan panorama sunset yang indah, dengan siluet Gunung Rokatenda di Pulau Palue di seberang laut. 

Uniknya pula, pada sore hari, air laut pun surut sehingga pengunjung dapat berjalan hingga jauh ke tengah laut.

Wisata pantai Maurole menjadi semakin lengkap dengan kehadiran dermaga di Pantai Nanganio, Desa Watukamba , dan Jembatan Bambu yang melintasi Hutan Santigi di Pantai Nangawuwu.

Hamparan Sawah dan Air Terjun

Kemolekan Maorole tak hanya di kawasan pantai. Wilayah daratan Maurole dianugerahi sang Pencipta dengan kesuburan, wilayah hutan, dan air yang berlimpah.

Makanya, di sekitar Maurole, mata para pengunjung juga dimanjkan oleh hamparan sawah yang luas, dan pebukitan hijau yang berhutan lebat. 

Hamparan sawah di Maurole (sumber: @kevinrega_18)

.Tidak hanya itu, di tengah tebing dan hutan terdapat aliran air yang membentuk air terjun.

Di Desa Detuwulu, seringkali ditulis Detuwala, isalnya para pengunjung disuguhkan dengan keunikan alam berupa Air Terjun Muru Nawe. 

Muru Nawe jaraknya tak jauh dari jalan lintas Pantura Flores, sekitar 1 km. Pemerintah setempat sudah membangun jalan raya menuju lokasi tersebut sehingga para pengunjung dapat menggunakan kendaraan beroda dua atau empat, untuk mencapai ke sana. 

Setiap pengunjung yang datang ke Air Terjun Muru Nawe dijamin akan terpukau dengan keindahannya. 

Air terjun  Muru Nawe (kiri) dan Air Terjun Moru Mite (kanan).

Gemuruh air mengalir di antara dinding bebatuan begitu terasa. Tepat di bagian bawah air terjun terdapat kolam alami yang biasa dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk mandi.

Pengunjung pun tergoda untuk berlama-lama di sana, karena dimanjakan dengan suasana alam sekitar yang asri.

Selain itu, ada pula Air Terjun Moru Mite, yang tingginya mencapai sekitar 50 meter. Air terjun ini tak kalah menarik, karena berada di daerah hutan yang rindang.

Arak  DW

Warga Desa Detuwulu umumnya adalah petani. Namun, sebagian dari mereka yang memiliki kegiatan sampingan yaitu sebagai penyadap Moke (Enau). Tak habis di situ, air nira atau Moke putih kemudian disuling menjadi tuak atau arak dengan kadar alkohol tinggi. 

Merilis Kompas.com, (20/3), di Desa Detuwulu terdapat puluhan tempat penyulingan moke. 

Warga setempat menyebutnya Arak Detuwulu atau lebih dikenal dengan nama Arak DW. 

Sebagian besar warga Detuwulu hidup dari usaha penyadapan dan penyulingan moke menjadi arak. 

Hasil penjualan moke atau pun tuak DW, digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, tetapi juga untuk membiaya pendidikan anak hingga perguruan tinggi. 

“Banyak anak-anak di desa bisa sekolah sampai universitas karena jual moke," kata warga setempat, Adrianus (43) sebagaimana dikutip Kompas.com. 

Sementara itu, Kepala Desa Detuwulu, Don Bosko Kami mengatakan, pihaknya telah merencanakan supaya potensi desa seperti air terjun Muru Nawe dan moke DW untuk dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). 

"Kami sedang membahas bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) agar potensi tersebut dikelola BUMDes,” kata Don Bosko. 

Jembatan di Patai Maurole (Sumber: www.instagram#maurole).

Infrastruktur di darat

Maurole memang sudah memiliki pelabuhan yang menunjang pariwisata. Mankanya, pada Agustu1 2017 puluhan yachter dari belahan dunia  berkunjung ke Maruole . .

Waktu itu sebanyak sembilan kapal pesiar mini atau yacht bersandar di Pantai Maourole, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kunjungan ke Pantai Mourole menjadi bagian dari reli bahari berskala internasional bertajuk "Wonderful Indonesia Sail 2017". Mereka berasal dari Swiss, Australia, dan Kanada.

Namun, infrastruktur di daratan belum cukup menunjang percepatan pertumbuhan pariwsata. Akibatnya potensi  di Maurole, khususnya di Desa Detuwulu, belum bisa dikembangkan secara optimal karena kendala infrastruktur. Diketahui, kondisi jalan raya ke Maurole masih belum mulus, alias banyak berlubang. 

Jaringan dan pasokan listrik, dan jaringan telekomunikasi (internet) untuk beberapa desa di Kecamatan Maurole,  belum tersedia sama sekali.

Oleh karena itu Kades Don Bosko Kami meminta supaya pemerintah segera memperbaiki dan mengadakan infrastruktur penting tersebu.

Kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN), Kades Don mendesak agar  mempercepat pembangunan jaringan listrik itu.

“Karena kalau ada listrik mereka pasti masak moke sampai tengah malam. Sekarang, pada pukul 17.00 WITA wrga  sudah berhenti  beraktivitas karena tidak ada penerangan,” ujarnya.

Pantai Maurole Gelar Gala Dinner untuk Yachter Dunia, pada 28 Agustus 2017 lalu. (Sumber:www.liputan6.com)

Memang, harapan warga Desa Detuwulu akan kehadiran listrik, sudah di depan mata.

Pada awal Maret ini, tersiar berita bahwa sebanyak 243 dari 255 desa di Kabupaten Ende, sudah bisa menikmati listrik dari PT PLN (Persero).  Ada 12 desa  yang belum dialiri listrik.

Menurut Manajer PLN UP3 Flores Bagian Barat Dery Prasetio Utomo, tujuh dari 12 desa bakal mendapatkan pasokan listrik tahun 2022 ini.

Ketujuh desa itu, yakni Desa Watumite, Romarea, Tenda Ondo, Desa Mbotulaka Desa Kolikapa, Desa Randorama dan Desa Detuwulu.

Semoga, janji PLN itu bisa ditepati. Sebab, listrik tidak hanya membuat Desa Detuwulu terang benderang benderang di waktu malam, tapi juga mendorong warganya untuk bisa beraktivitas lebih lama, lebih leluasa dan lebih mudah pula. Listrik juga memungkinkan mereka berinovasi membangun desanya, tak terkecuali di bidang pariwisata.

Kita tentu saja berharap, dengan infrastruktur yang memadai, industri pariwisata di Desa Detuwulu dan di kecamatan maurole secara keseluruhan, semakin bertumbuh, dan memikat semakin banyak pengujung, baik lokal, Nusantara maupun mana negara. ***