Polisi
Rabu, 02 Juli 2025 19:25 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
BAJAWA (Floresku.com) — Sebuah tragedi kemanusiaan yang miris terjadi di Kecamatan Golewa Selatan, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Seorang pria berinisial LN (47) ditetapkan sebagai tersangka setelah diketahui telah memerkosa anak kandungnya sendiri, MFB (19), selama tiga tahun berturut-turut.
Ironisnya, pelaku juga memaksa korban yang merupakan mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Ngada untuk berhenti kuliah karena alasan cemburu buta.
Informasi ini disampaikan langsung oleh Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satreskrim Polres Ngada, Aiptu Maria Roslin Djawa, di Bajawa, pada Rabu (2/7).
Menurut Maria, korban MFB memutuskan berhenti kuliah sejak April 2025, bukan karena alasan akademik atau ekonomi, tetapi karena permintaan langsung dari ayahnya yang tidak senang anak gadisnya berinteraksi dengan laki-laki lain, termasuk teman satu kos.
“Sebelum masalah ini dilaporkan ke polisi, korban sudah berhenti kuliah sejak bulan April 2025 karena permintaan pelaku,” ujar Maria.
LN yang merupakan ayah kandung korban diketahui merasa cemburu setiap kali MFB terlihat bergaul atau sekadar berbincang dengan pria lain. Bahkan, kecemburuan itu meluas hingga kepada saudara kandung korban yang juga anak LN sendiri.
“Pelaku cemburu apabila korban dekat dengan laki-laki lain, bahkan jika itu kakaknya sendiri. Dia tidak suka jika korban berboncengan atau sekadar berbicara dengan saudara laki-lakinya,” terang Kepala Seksi Humas Polres Ngada, Ipda Benediktus R. Pissort.
Perilaku LN yang kerap menunjukkan sikap posesif dan kasar terhadap MFB memicu kecurigaan warga sekitar. Warga mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan hubungan ayah-anak tersebut, terutama karena LN sering memarahi MFB hanya karena berbicara atau berinteraksi dengan lelaki lain, bahkan jika itu adalah keluarga sendiri.
“Warga sekitar merasa curiga terhadap pelaku karena sering memarahi korban jika korban berdekatan dengan laki-laki, sekalipun dengan kakak kandungnya,” jelas Benediktus.
Kecurigaan ini kemudian disampaikan oleh kepala desa setempat ke pihak kepolisian. Pada 12 Juni 2025, sang kepala desa melaporkan adanya dugaan hubungan terlarang antara LN dan MFB ke Polsek terdekat.
Diketahui bahwa korban dan ibu kandungnya sempat tidak berani melapor karena takut dengan ancaman dari LN.
Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi kemudian melakukan pendekatan kepada korban dan ibu kandungnya. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil.
Pada 16 Juni 2025, MFB dan ibunya secara resmi melaporkan tindakan bejat LN ke Polres Ngada. Tiga hari kemudian, pada 19 Juni 2025, LN resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak kandung.
Saat ini, LN telah ditahan di sel tahanan Polres Ngada untuk menjalani proses hukum. Ia dijerat dengan pasal kekerasan seksual terhadap anak yang dapat mengancamnya dengan hukuman pidana hingga 12 tahun penjara.
Aiptu Maria Roslin Djawa juga menyampaikan bahwa berkas perkara LN masih dalam proses penyidikan dan belum dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Ngada. Polisi tengah melengkapi sejumlah alat bukti dan keterangan saksi untuk memperkuat kasus ini.
“Masih dalam tahap penyidikan. Belum dilimpahkan ke kejaksaan,” jelas Maria.
Ketika dimintai keterangan terkait kejahatannya, LN hanya menyatakan penyesalan tanpa memberikan pembelaan atau penjelasan lebih lanjut.
“Penyesalan saja,” ungkap Maria menirukan pernyataan singkat tersangka.
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual dalam lingkungan keluarga yang terjadi secara tersembunyi dan memakan waktu lama sebelum terungkap.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat memberi keadilan bagi korban serta memastikan pelaku dihukum sesuai perbuatannya.
Pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk tidak takut melaporkan kasus serupa, terutama jika terjadi dalam lingkup keluarga. Lingkungan sosial, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa diharapkan berperan aktif dalam melindungi korban kekerasan, serta menciptakan ruang aman bagi mereka untuk bersuara dan mendapatkan keadilan.
Kasus LN menjadi pengingat tragis bahwa kekerasan seksual bisa terjadi bahkan dalam lingkup yang paling dekat — rumah sendiri.
Kepekaan dan keberanian masyarakat, seperti yang ditunjukkan oleh kepala desa dan warga sekitar, menjadi kunci penting dalam mengungkap dan menghentikan tindakan kekerasan yang selama ini tersembunyi di balik dinding rumah. (Kontributor, Yon). ***
4 hari yang lalu
6 bulan yang lalu