Pater Benediktus Nuwa, CMF: 'Mengenang Om Pit Tue Ule'

Rabu, 20 Maret 2024 14:20 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

A PATER.jpg
P. Benediktus Nuwa, CMF foto pada Pesta Santo Yoseph (19 Maret 2024) pagi di Roma. (Dokpri)

An dan Corry bersama suami dan anak-anak serta seluruh keluarga besar yang saya cintai. 

Hari ini saat beranjak pulang dari kampus Angelicum Roma, saya menerima pesan duka dari kakak Nela di Surabaya bahwa om Pit telah meninggalkan kita semua. 

Hati saya terasa sedih sekali karena saya sudah tidak bisa lagi melihat sosok Bapak Pit yang selalu tersenyum ketika saya masuk rumah di Bajawa. 

Saya ingat kalian berdua An dan Corry. Kalian saat ini benar-benar sudah yatim piatu. Semoga kalian berdua tetap selalu baku sayang sebagai kakak beradik.

 Saya mohon maaf karena sudah lama saya tidak mengunjungi kalian dan Bapak Pit Tue di Bajawa. 

Tetapi ketika sejenak merefleksikan kesaksian hidup Bapak Petrus Tue dan usianya yang panjang 82 tahun, saya sangat terhibur. 

Usia Bapak Petrus Tue adalah usia yang diberkati. Masmur mengatakan usia manusia itu 70 tahun atau 80 jika kuat. Bapak Pit termasuk dalam kategori kuat. 

Saya berharap An dan Corry bersama suami dan anak-anak, serta seluruh keluarga besar merasa terhibur dengan berkat yang diterima Bapak Pit ini meskipun dia sudah meninggalkan kita secara fisik. 

Menurut saya Bapak Pit sudah mengakhiri pertandingan di dunia ini dengan sangat baik. Mari kita iringi bapak Pit terkasih dengan doa-doa kita, semoga beliau bahagia di surga. 

 Kita bersyukur kepada Tuhan karena Bapak sudah memberi contoh dan teladan yang baik melalui cara hidupnya, nasihat-nasihatnya, doa-doa dan devosinya, kejujurannya, simpati, dukungan dan keikhlasannya untuk menolong orang lain. 

Kalau bicara tentang siapa itu om Pit Tue pasti semua keluarga yang pernah tinggal di rumah ini memiliki kesan yang kurang lebih sama. 

Saya tinggal di rumah ini selama tiga tahun saat sekolah di SMAN I Bajawa. 

Secara pribadi saya beryukur mengenal sosok Bapak Petrus Tue dan Mama Katharina Tei dan dua Puterinya: An Wea dan Corry Ninu. 

Mama Katharina itu kuat ngomel kalau kami malas tapi sangat sayang kalau kami rajin. 

Om Pit selalu jadi penyeimbang. Kalau Tanta sudah ngomel maka om Pit biasanya senyum-senyum mendinginkan suasana. Siapapun yang pernah tinggal di rumah ini pasti sependapat dengan saya. 

Namun satu hal yang sangat istimewa adalah: Om Pit dan Tanta Katarina menjadikan rumah ini semacam terminal persinggahan bagi siapapun yang datang entah keluarga atau kenalan.

Bahkan keluarga yang kesulitan mendapat tempat nginap karena ada urusan di rumah sakit atau urusan lain di bajawa pasti datang ke rumah ini.  

Di rumah ini selalu ada tempat untuk meletakan kepala, selalu ada makan-minum bersama, selalu ada cerita dan canda tawa termasuk nasihat dan pesan-pesan bernas untuk kehidupan. Bahkan sudah banyak yang menjadi “orang” keluar dari rumah ini. Oleh karena itu saya ingin katakan bahwa rumah ini adalah rumah berkat bagi banyak orang. 

Banyak orang sukses tinggal di rumah ini karena ada displin dan kerja keras, ada cinta dan perhatian. Dulu saya belajar bangun pagi jam 5 dan masak, itu di rumah ini, saya selalu diajak untuk ke Gereja setiap hari minggu, saya mendapat dukungan dari Om Pit dan Tanta Katarina untuk ikut kegiatan rohani THS/THM di Gereja. 

Secara jujur saya boleh katakan bahwa panggilan saya untuk menjadi imam sebagian besar bertumbuh di rumah ini. 

Panggilan itu tumbuh saat cari kayu di wilayah wakomenge sana, saat pergi cari rumput untuk makanan kelinci di hutan kopi sana, saat pergi ikut latihan THS/THM dengan saudara saya Lius Ceme di Gereja Santo Yoseph dan Lapangan OCD sana. 

Ternyata kerja keras dan belajar tekun saat itu memiliki efek besar untuk untuk panggilan saya sebagai imam sampai saat ini. 

Saya sangat bersyukur, pendidikan di rumah ini membuat saya tidak kesulitan ketika masuk seminari di Kupang. 

Saya menemukan campur tangan Tuhan dan rahmat Allah bekerja melalui orang-orang dalam rumah ini karena ada cinta, kasih sayang, perhatian, keikhlasan di rumah ini. 

Ketika saya sudah ditabiskan menjadi imam, rumah ini masih juga menjadi “terminal” dan tempat singgah saat saya ke bajawa. 

Sudah banyak imam dan suster saya ajak masuk terminal ini bahkan tidur di sini. Saya merasa rumah ini merupakan bagian dari pembentukan panggilan saya sebagai imam. 

Terima kasih untuk Om Pit dan Tanta Khatarina, terima kasih untuk An Wea dan Corry Ninu bersama suami dan anak-anak di sini. 

Terima kasih karena kalian selalu tersenyum menyambut setiap orang yang datang. 

Kalian sudah menjadikan rumah kediaman Bapak Pit dan mama Kata ini sebagai rumah berkat bagi banyak orang, dan semoga tetap menjadi rumah berkat bagi banyak orang meski sosok om Pit sudah tidak ada di sini. 

Kedua, yang saya pelajari dari om Pit Tue adalah kejujuran. 

Di rumah ini saya belajar untuk jujur dan tidak megambil barang yang bukan milik saya. Dulu di ruang makan (ruang tengah) itu ada meja makan cukup besar. 

Ada barang-barang terutama buku-buku, ballpen, botol tinta, penggaris dan segala macam karena kerjaan om Pit Tue sebagai bendahara keuangan. 

Kami dilarang untuk menyentuh barang-barang itu. Kami dididik untuk tidak “panjang tangan” alias tidak mencuri dan jujur. Dan saya belajar tentang nilai kejujuran ini. 

Dulu itu saya heran, Om Pit Tue itu seorang bendahara keuangan Depdikbud tetapi rumahnya berdinding pelupu dan beratapkan lenga ghebhe (kata orang Bajawa). 

Memang di rumah bagian depan itu berlantai semen (bukan keramik seperti sekarang) dan beratap seng, tetapi di bagian belakang yaitu ruang makan dan dapur itu beratap lenga dan berlantai tanah. 

Dan ini berlangsung bertahun-tahun sampai Bapak Pit Tue pension. Rumah sudah seperti itu, apalagi kendaraan. 

Jangan bicara tentang mobil, karena motor saja tidak ada. Dari kenyataan ini, saya melihat Om Pit Tue benar-benar mengajarkan tentang nilai kejujuran dengan seluruh hidupnya. 

Dia jujur dengan gajinya yang sekian. Semua ini saya tahu dari sharing beliau ketika saya sudah jadi imam dan mengunjungi beliau di sini. 

Dia mengatakan kepada saya; “Ema, ingat… Orang jujur itu disayang Tuhan. Jujur dengan diri sendiri dan jujur terhadap orang lain. Hakmu adalah hakmu, Jangan pernah mengambil hak orang lain. Selama saya menjadi bendahara di depdikbud, saya selalu memberi gaji para pegawai tidak kurang satu rupiahpun karena itu adalah hasil keringat mereka”. 

Nasihat ini selalu saya ingat dan saya hidupi. Dan saya yakin, Tuhan memelihara om Pit Tue sampai usia 82 tahun, meski menderita sakit jantung bertahun-tahun, semua itu membuktikan kasih Tuhan terhadap orang jujur.

Ketiga, keramahan dan kemurahan hati untuk menolong orang susah. Di rumah ini saya belajar untuk menerima semua orang dengan senyuman. 

Keramahan atau hospitality itu sangat kuat berakar dalam kehidupan orang timur. 

Saya belajar itu di rumah ini. Siapapun yang masuk rumah ini pasti merasa betah karena merasa diterima, dihargai dan disayangi. 

Saya kadang heran, Om Pit Tue dan Tanta Kata nih tidak pikir tentang makan minum. Menampung banyak orang pasti ada kesulitan dengan makanan. 

Tetapi justru keramahan menampung banyak orang itu urusan makan minum jadi tidak susah.

Ada saja keluarga dan kenalan setelah merasakan cinta dan kasih sayang di rumah ini, mereka pulang ke rumahnya lalu mengirimkan beras, ubi kayu, pisang, kayu api dan lain-lain. 

Inilah buah dari keramahan dan dan kemurahan hati. “Berbahagialah orang yang murah hati karena mereka akan mendapatkan kemurahan.” (Mat 5:7). 

Keempat, Kehidupan rohani dan devosi Kerahiman Ilahi. 

Menurut saya devosi ini yang menguatkan om Pit dalam tahun-tahun sulit ketika dia menderita penyakit jantung. 

Om Pit Tue sangat suka berdiskusi tentang iman Katolik. Ada saja pertanyaan beliau untuk saya berhubungan dengan iman katolik. 

Untuk hal ini kami sering berdiskusi lama. Beliau bukan hanya berdiskusi tentang iman tetapi menghidupi imannya akan Yesus Kristus itu melalui devosinya. Beliau membuat tempat khusus di kamarnya untuk berdoa dan sangat disiplin dalam devosinya; beliau selalu baca Firman Tuhan dan juga buku-buku Rohani lain. 

Ini adalah contoh dan teladan sederhana untuk semua orang dalam rumah tentang kekuatan doa dan relasi pribadi dengan Allah.  Terima kasih om Pit Tue untuk semua teladan baik ini. 

Sebagai manusia Om Pit tidak terlepas dari kelemahan dan dosa. Tetapi kesahajaan Om Pit Tue itu nyata lewat warisan nilai-nilai dan teladan hidup yang baik kepada anak cucunya. 

Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang. Om Pit Tue wafat, meninggalkan sejuta kenangan baik dan berharga bagi kami semua. 

Selamat jalan Om Pit Tue. Doa kami menyertai perjalananmu menuju kediaman abadi di surga. 

 Roma, 20  Maret 2024. ***