Mencintai
Sabtu, 12 Oktober 2024 16:20 WIB
Penulis:redaksi
Oleh: Pater Gregor Nule, SVD
Dalam hidup sehari-hari sering kita jumpai manusia dengan pelbagai ragam keinginan, cita-cita dan tujuan hidup.
Ada orang yang ingin mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Ada pula yang berambisi mendapatkan kedudukan dan kuasa. Tetapi, ada orang yang berjuang mencari pengetahuan yang benar dan kebijaksanaan hidup.
Penulis kitab Kebijaksanaan menegaskan bahwa ia telah menerima kebijaksanaan dari Allah sebagai anugerah yang paling berharga melebihi semua harta dunia, kekuasaan, keelokan, kecantikan dan kehebatan apa pun, (bdk Keb 7:9-10).
Anugerah kebijaksanaan menjadikan seseorang tahu membedakan mana yang baik atau jahat, mana yang benar atau salah. Orang bijaksana mampu memilih jalan tepat yang menghantar kepada kehidupan sejati yakni kepada Allah.
Sebaliknya, orang yang tidak bijaksana atau tolol tidak mampu membedakan antara jiwa dan badan. Ia juga tidak bisa membedakan antara yang benar dan salah. Antara jalan benar dengan jalan yang menyesatkan.
Orang tolol, bodoh dan tidak bijaksana bisa membelokkan jalan benar dan lurus kepada kehancuran dan kebinasaan. Sebab sumber kebodohan adalah hati yang busuk dan penuh kebencian.
Sedangkan, hati orang bijaksana bersumber pada Allah dan dijwai Allah yang penuh kasih dan belas kasihan. Orang tolol dan bodoh mencabut dan membinasakan. Sedangkan orang bijaksana membangun dan menghidupkan.
Perikop Injil Mark 10:35-45 menampilkan seorang pemuda yang baik dan saleh. Ia ingin tahu tentang syarat memperoleh hidup yang kekal. Ternyata ia sudah memenuhi syarat yang dituntut yakni melaksanakan perintah-perintah Tuhan.
Ia mencintai sesamanya, menghormati orang tua, tidak mencuri, tidak membunuh orang, tidak berzina, tidak berbohong dan bersaksi dusta, dan lain-lain.
Sebetulnya ia pantas masuk surga dan bahkan bisa menempati tempat tertinggi dalam kerajaan Surga.
Tetapi, menurut Yesus ini belum cukup. Syarat utama untuk memperoleh hidup kekal dan melihat wajah Allah adalah mengikuti Yesus.
Untuk itu, pemuda itu mesti meninggalkan segala sesuatu, menjual segala miliknya dan memberikannya kepada orang miskin. Hanya dengan demikian, ia akan lepas bebas dan bisa menjadi murid Yesus.
Tuntutan terakhir di atas membuat pemuda yang saleh dan kaya raya itu kesal hati. Dengan muka muram dan sedih ia meninggalkan Yesus.
Pemuda lebih utamakan kekayaannya ketimbang Yesus. Ia lebih mengandalkan kekayaan dunia dari pada iman akan Yesus. Ia tidak rela melepaskan keagungan, kemewahan dan kekayaan dunia.
Bagi kita, harta kekayaan dunia, takhta dan kekuasaan, serta keelokan, ketampanan dan semua kebesaran lain tidak buruk dan jahat. Semuanya merupakan pemberian Tuhan yang sangat luar biasa.
Karena itu, kita butuhkan kebijaksanaan dan hati yang bijaksana untuk memanfaatkan semua pemberian Tuhan di atas untuk kebaikan manusia dan semakin menyebarluaskan kebesaran Allah.
Harta dunia hendaknya kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menolong orang miskin dan berkekurangan.
Takhta, kedudukan dan jabatan bukan untuk menguasai melainkan untuk mengabdi dan melayani sesama. Keelokan dan keindahan hendaknya menunjukkan betapa besar Allah yang kita imani.
Semua kebesaran dunia bukannya membuat kita sombong dan menjauhkan diri dari Allah. Sebaliknya, kita semakin dekat dengan Allah dan mau bersatu dengan-Nya.
Hati yang bijaksana membuat kita semakin rendah hati, penuh kepasrahan kepada Allah, serta semakin menggantungkan diri pada Tuhan dan mengandalkan Tuhan di atas segalanya.
Semoga Tuhan menganugerahkan kebijaksanaan kepada kita agar mampu menata hidup kita dengan dengan bijaksana.
Kewapante, Minggu 13 Oktober 2024 (Minggu Biasa XXVIII B). ***