PMKRI Ruteng Bersama Warga Wae Sano Gelar Unjuk Rasa Tolak Geotermal, Sekda Mabar: Itu Sah-Sah Saja

Kamis, 03 Februari 2022 15:50 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

Pihak keamanan (Pol PP) menghadang aktivis PMKRI yang ingin masuk ke halaman Kantor Bupati Mabar, Rabu, 02 Februari 2022.
Pihak keamanan (Pol PP) menghadang aktivis PMKRI yang ingin masuk ke halaman Kantor Bupati Mabar, Rabu, 02 Februari 2022. (Tedy N.)

LABUAN BAJO  (Floresku.com) - Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng bersama PMKRI Kota Jajakan Labuan Bajo dan warga masyarakat Wae Sano melakukan aksi unjuk rasa menolak rencana Pemerintah Daerah Manggarai Barat (Pemda Mabar) dalam meloloskan pembangunan geothermal di Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Mabar.

 Aksi penolakan terhadap megaproyek yang digelar Rabu, 02 Februari itu diwarnai kericuhan antara massa aksi dengan pihak keamanan. Salah satu gerbang pintu Kantor Bupati Mabar roboh karena ulah pihak keamanan dan massa aksi itu. 

Berdasarkan pantauan media ini, saat massa aksi berusaha masuk ke halaman Kantor Bupati Mabar, pintu gerbang Kantor Bupati itu dalam keadaan tertutup. Berjam-jam massa aksi meminta kepada Bupati Mabar, Edistasius Endi melalui pihak keamanan untuk membuka pintu gerbang, tapi tidak digubris sedikitpun oleh pihak keamanan.

Melihat kondisi itu, aktivis PMKRI berusaha masuk ke halaman kantor Bupati dengan mendorong pintu gerbang kantor Bupati Mabar itu. Namun, pihak keamanan bersikeras menahan gerbang itu. Aksi saling dorong gerbang ini yang menyebabkan pintu gerbang kantor Bupati Mabar tumbang.

Melihat kondisi semakin runyam, pihak keamanan berusaha menarik dengan keras sejumlah lima orang aktivis PMKRI. 

Lambat laut, niat massa aksi menemui Bupati Mabar pun terwujud melalui proses lobi dari pihak Pemda Mabar.

Pemda Mabar melalui Sekretaris Daerah, Fransiskus Sales Sodo saat dimintai komentar oleh media ini terhadap aksi itu menyampaikan bahwa aksi unjuk rasa yang disampaikan oleh PMKRI dan Masyarakat Wae Sano itu hal yang biasa dalam ruang demokrasi dan itu sah-sah saja.

“Terhadap aksi unjuk rasa yang disampaikan oleh adek-adek PMKRI bersama beberapa masyarakat Wae Sano, kami pikir itu hal yang biasa dalam ruang demokrasi. Perbedaan pendapat, perbedaan pikiran kemudian disalurkan melalui aspirasi kepada pemerintah. Saya pikir sah-sah saja”, kata Sekda Mabar itu.

Ia pun menjelaskan, dalam banyak refrensi, lingkup dunia maupun secara nasional mendorong energy baru terbarukan. 

“Kita harus meninggalkan energy fosil. Apalagi kita ini daerah tujuan wisata. Jadi, kita harus mendukung penuh itu. Termasuk juga upaya kita untuk menghemat belanja Negara karena geothermal ini memang biaya eksplorasinya menelan biaya yang cukup besar, tetapi dalam waktu yang cukup panjang sangat menguntungkan dan ramah lingkungan”, katanya.

Terhadap pengeboran sedalam ribuan meter dengan lebar dua sampai tiga meter dalam kaitannya dengan penjelasan Pemda bahwa geothermal itu ramah lingkungan, Frans Sodo mengaku tidak bisa menjelaskan secara teknis karena hal itu menjadi ranah para ahli.

“saya tidak bisa menjelaskan secara teknis, iya. Karena ini ada ahlinya. Tetapi, dalam banyak refrensi dan kami sudah melihat proyek yang sama di Bandung, luar biasa sekali. Di situ ada obyek wisatanya, ada perkebunan tehnya. Dan sangat membantu, tidak merusak lingkungan”, tegas Frans Sodo.

Sekda Mabar itu menyampaikan kerusakan lingkungan hanya terjadi pada saat eksplorasi, karena pada saat itu dibutuhkan ruang gerak untuk melakukan pengeboran.

“kecuali pada saat eksplorasi karena dia butuh ruang gerak untuk melakukan pengeboran. Tetapi, pada saat eksploitasi hanya butuh titik pengeboran yang lebarnya dua kali tiga meter saja. selebihnya, sama sekali tidak menganggu”, pungkasnya.

Ia menambahkan bahwa Pemda Mabar sangat berharap sampai seratus persen yang setujui pembangunan geothermal itu. Oleh karena itu, jangan sampai suara penolakan menggagalkan kepentingan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat.

“Pemda juga berharap sampai seratus persen yang setuju pembangunan geothermal itu. Oleh karena itu, jangan sampai gagalkan kepentingan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kalau pemerintah merasa yakin sebagian masyarakat menerima dengan pertimbangan teknis dan masuk di akal, kenapa tidak. Jangankan geothermal, bangun jalan saja merusak bentangan alam, bangun rumah juga merusak bentangan alam. Sedangkan geothermal ini hanya mengebor”, tambahnya.

Dalam aksi tersebut, PMKRI Cabang Ruteng, PMKRI Kota Jajakan Labuan Bajo bersama masyarakat Wae Sano menuntut beberapa hal.

Pertama, mendesak menteri SDM melalui Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat bersama DPRD Manggarai Barat untuk hentikan seluruh proses ekstraksi investasi panas bumi Wae Sano dan juga di tempat lain di seluruh Flores dan cabut seluruh ijin panas bumi yang telah dikeluarkan.

Kedua, mendesak Bank Dunia agar batalkan segala kerjasama dan pemberian dana hibah kepada PT SMI atau PT Geo Dipa Energi, termasuk hentikan seluruh proses di lapangan dalam memuluskan penambangan panas bumi di Wae Sano.

Ketiga, mendesak kantor staf Presiden atau KSP agar berhenti terlibat dalam urusan panas bumi di Wae Sano. (Tedy N). ***