Lembata
Jumat, 05 Agustus 2022 10:52 WIB
Penulis:MAR
Editor:MAR
JAKARTA (Floresku.com) - Advokat dan pengacara asal Lembata Petrus Bala Pattyona SH, MH kembali menyosoti kasus kapal phinisi Aku Lembata dan penebangan hutan bakau di Merdeka, Kecamatan Lebatukan yang pernah gencar dilakukan pemeriksaan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Lembata Ridwan Angsar Sudjana dan jajarannya.
Namun, dua kasus itu kian gelap penanganannya dan tak pernah ada tersangka hingga Ridwan Angsar dimutasi dari Lembata.
“Sejak tahun lalu Kejaksaan Negeri Lembata gencar memeriksa dua kasus dugaan korupsi di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata. Dua kasus itu tidak jelas penanganannya. Namun, dalam catatan saya, dua kasus itu tak jelas muara penyelesaian hukumnya,” ujar Petrus Bala Pattyona melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (5/8).
Pattyona juga mempertanyakan apakah dua kasus itu dihentikan penyidikan atau sekadar manggil-manggil pihak yang harus dimintai pertanggungjawabannya. Juga apakah pemanggilan pihak terkait yang diduga kuat terlibat sekadar akal-akalan atau dilatari motif berbagi-bagi hasil kejahatan.
“Saya menyebut ‘sengaja berbagi-bagi hasil kejahatan’ karena setidak-tidak ada kasus korupsi di Lembata tahun 2014. Saat jaksa memeriksa tersangka, ternyata ada barang bukti korupsi hasil kejahatan. Hasil kejahatan itu seharusnya disita sebagai barang bukti hasil kejahatan untuk dimasukkan jadi barang bukti hingga pengadilan tetapi malah dipakai oleh jaksa penyidik,” tegas Pattyona.
Kasus korupsi itu sendiri memang bermuara hingga pengadilan dan telah ada putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan. Kasus korupsi untuk terdakwa yang telah berkekuatan itu hingga kini tak pernah dieksekusi. Pasalnya, karena saat mau dieksekusi terdakwa mengancam, akan membongkar soal barang bukti berupa setorang terdakwa sebesar Rp 600 juta.
“Hingga kini terdakwa bebas, happy-happy saja. Siapa terdakwanya, Kejaksaan Lembata pasti punya data namun kalau mau mengetahui putusan Pengadilan Negeri, Pengadila Tinggi hingga Mahkamah Agung akan saya berikan,” kata Pattyona.
Pihaknya juga menyoroti kasus kapal phinisi Aku Lembata yang dituding tak jelas arah penyelesaian hukumnya. Padahal, Kasie Intel Kejari Lembata Teddy Valentino pada Kamis (19/5) lalu sudah memeriksa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lembata.
“Pada Mei 2022 Kasie Intel Kejari Lembata Teddy Valentino sudah memeriksa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lembata. Pemeriksaan tersebut dilakukan karena saat pengadaan kapal phinisi Aku Lembata itu, beliau sebagai Kadis PUPR. Pemeriksaan pejabat itu setelah pihak Kejaksaan Lembata telah memeriksa kontraktor yang saat ini sudah ditahan dalam penjara karena terbukti korupsi dalam kasus kapal phinisi,” lanjut Pattyona.
Dalam kasus korupsi kapal phinisi Aku Lembata, kata Bala Pattyona, sesungguhnya sudah mengerucut ke tiga orang yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yaitu kontraktor, pejabat pembuat komitmen (PPK), dan mantan Kadis PUPR kala itu selaku pengguna anggaran.
Pattyona menegaskan, peran mantan Kadis PUPR Lembata kala itu sangat signifikan, terutama saat pengadaan maupun saat penyerahan. Pada saat pengadaan kapal phinisi Aku Lembata, pejabat bersangkutan mengetahui apa yang diperintahkan Bupati Eliaser Yentji Sunur (Alm). Publik tahu, kala itu apapun yang diperintahkan Bupati Sunur tak satu pun kadis di Lembata membantahnya.
Menurut Pattyona, peran Kadis PUPR saat penyerahan kapal dari kontraktor jelas. Saat penyerahan, tiga anggota panitia penerima barang melaporkan bahwa dari 16 cek list yang harus dicontreng ternyata ada yang tidak lengkap, tetapi namun Kadis PUPR kala itu memerintahkan agar semua cek list dicontreng dan dianggap lengkap agar uang dapat dicairkan.
Tiga panitia penerima barang pun sudah diperiksa penyidik Kejaksaan dan sudah menjelaskan apa yang dilakukan panitia penerima barang atas arahan, perintah Kadis PUPR kala itu. Ada 16 cek list yang diperiksa panitia penerima barang. Cek list itu yakni salinan SPD, surat pengantar SPP LS, ringkasan SPP LS, rincian SPP LS, dokumen kontrak dan adendum, dan berita acara pembayaran.
Selain itu, kwitansi yang ditandatangani kontraktor PT Multi Rekayasa, bukti pelunasan pajak, jaminan uang muka, surat permohonan pembayaran, berita acara serah terima produk pengawasan, berita acara pemeriksaan produk pengawasan, surat pernyataan tanggungjawab kontraktor PT Multi Rekayasa, dan surat pernyataan tanggung jawab kepala dinas selaku pengguna anggaran.
“Semua item sudah dicontreng sehingga cairlah pembayaran 95 persen dari nilai kontrak. Sampai di sini penyidik paham siapakah yang akan jadi tersangka. Bukan dari pihak luar, apalagi jauh-jauh dari Jakarta. Tetapi dengan medsos sekarang ini apa yang terjadi di belahan dunia manapun dalam hitungan detik akan tersiar. Pertanyaan publik Lembata yaitu mengapa hingga kini tak kunjung ada penetapan tersangka. Ada apa yang terjadi dengan penyidik,” ujarnya.
Beredar kabar dari WhatsApp menginformasikan, calon tersangka sudah memberikan sejumlah uang yang jumlahnya fantastis sesaat mantan Kadis PUPR itu diperiksa pada 19 Mei 2022. Kebenaran informasi tak dapat dikonfirmasi, tetap dengan mendiamkan kasus ini publik akhirnya paham bahwa telah terjadi sesuatu.
“Betapa rusaknya penegakan hukum di Lembata. Mengapa penegak hukum belum mau mengumumkan tersangkanya? Kalau mendiamkan, berarti info soal uang ‘tutup mulut’ itu mungkin ada benarnya,” ujar Pattyona. ***
7 bulan yang lalu
setahun yang lalu
setahun yang lalu