Cerpen
Selasa, 13 Februari 2024 21:07 WIB
Penulis:redaksi
Mari pulang menyulam kasih
Merangkul hati
Memeluk Rindu.
Pun Sama
Pun sama
Pun sejalan
Pun searah
Pun salah
Kita pun sama
Tuhan jangan biarkan aku tersesat
Dan membangun rumah ateis di kebun ku dan di halaman rumah orang lain.
Biarkanlah rumah ateis itu tetap ada tapi ada pada waktu dan tempat yang tepat.
Engkau yang terlupakan karena waktu, engkau yang terlupakan karena zaman. Engkau yang terlupakan karena kebaruan. Mungkin itu yang mereka inginkan. Ya, memang itu keinginan mereka. Pantas saja banyak mereka yang terlupakan karena zaman, juga mereka terlupakan karena waktu dan juga dilupakan oleh mereka dan dunia mereka.
Itu kan aku bilang apa? Engkau memang yang terlupakan dan di lupakan, dulu namamu selalu membahana dan membara, nyalamu seperti sinar matahari yang tak pernah padam, namun sekarang nyawamu tak pernah diperhitungkan lagi, engkau telah menjadi yang terasing bukan? Kau sebatas pajang yang tak bernyawa, sebatas rindu tapi menolak untuk berjumpa. Karena mereka sudah nyaman dengan bercahaya.
Kini petuahmu tak laku di zaman ini. Rasanya mereka tak ingat lagi denganmu. Kini, engkau menjadi yang terlupakan. Generasimu dan generasi kami sudah terlampau batas, hanya nama yang boleh terukir tapi raga tak pernah kami paham. Engkau yang terlupakan di ruangan yang megah, namun mereka memilih yang nyaman bukan yang bermakna.
Engkau yang terlupakan kini tak tampak seperti sediakala, kau hanya sebatas dipajang hanya menunggu kapan kamu harus di raba. Tubuhmu kusam karena debu melekat, bau badan kini tak sewangi mawar, kau selalu terlupakan dan dilupakan. Sekarang kau sudah paham kan dunia ini sungguh kejam dan berdarah meskipun tak tergores luka. Kau harus pandai untuk melupakan mereka yang tanpa mendekat dan mendekap. Engkau yang terlupakan mungkin engkau bisa menjadi sejarah yang menyejarah.***
*Boy Waro, mahasiswa IFTK Ledalero. ***