RS TC Hillers Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Hukum Atas Kematian Antonius Bertolomeus

Rabu, 22 Januari 2025 08:16 WIB

Penulis:redaksi

rs.jpg
Penampakan salah satu sisi RS TC Hillers Maumere. (Istimewa)

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya

Kematian Antonius Bertolomeus, seorang pasien asal Kota Uneng  karena tidak dioperasi usus buntu di Rumah Sakit Umum TC. Hillers Maumere baru-baru ini, seharusnya menjadi titik tolak bagi kita untuk merenungkan kualitas pelayanan kesehatan di daerah kita. 

Kasus ini jelas menunjukkan kekurangan dalam sistem kesehatan yang harus segera diperbaiki.

Antonius, yang ternyata juga mengalami masalah jantung, hanya bisa terbaring di rumah sakit selama empat hari tanpa mendapatkan penanganan yang memadai. 

Meskipun ada berbagai dokter yang tersedia—seperti dokter bedah dan dokter jantung—alasan bahwa dokter anestesi tidak ada seharusnya tidak dijadikan kendala untuk mengambil tindakan yang sangat mendesak. Dari fakta tersebut timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut,

1. Apakah setiap rumah sakit wajib memiliki dokter ahli anestesi? 

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PERIII/2010 bahwa Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah. 

Dalam Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi. Namun tidak semua Rumah Sakit memiliki pelayanan anestesiologi atau dokter anestesi.

 Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit, menegaskan bahwa berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan Rumah Sakit dikategorikan Rumah Sakit umum, dan Rumah Sakit khusus. 

Tenaga medis pada rumah sakit khusus terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis sesuai kekhususannya, dokter gigi spesialis sesuai kekhususannya, dokter spesialis lain, dokter subspesialis sesuai kekhususan, dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan sesuai kekhususannya, dokter subspesialis lain, dan dokter spesialis lain dengan kualifikasi tambahan. 

Dokter anestesi merupakan dokter spesialis yang bertanggung jawab untuk memberikan anestesi atau pembiusan kepada pasien yang hendak menjalani prosedur bedah atau operasi dan prosedur medis lainnya. 

Maka dalam hal ini setiap Rumah Sakit wajib memiliki dokter spesialis Anestesiologi jika melayani prosedur bedah atau tindakan medis yang memerlukan anestesi sesuai standar medis yang berlaku.

2.  Apakah dengan kondisi Rumah Sakit TC. Hillers tanpa ada dokter ahli anasthesi dokter bedah dan jantung dapat ambil tindakan invasif (operasi)? 

Pelayanan Anestesi adalah tindakan medis berisiko tinggi yang membutuhkan keahlian, keterampilan, serta kewaspadaan khusus dalam rangka memfasilitasi tindakan operasi serta menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan Pasien. 

Tindakan anestesi yang dilakukan dokter spesialis ini berupa pemberian obat-obatan sedatif dan antinyeri agar pasien tertidur dan tidak merasakan nyeri selama prosedur operasi.

Dalam PERATURAN MENTERI INDONESIANOMOR519/MENKES/PER/III/2011  menjelaskan bahwa pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia di kamar bedah dan diluar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawat daruratan dan terapiintensif. Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut.

Menjelang operasi jantung tim medis terdiri atas dokter bedah jantung, dokter jantung, dokter anestesi, dan perawat.

Adanya Tujuan Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di Rumah Sakit:

1) Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman, efektif, berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis lain.

 2) Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas, pernapasan, peredaran darah dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain.

3) Melakukan terapi intensif dan resusitasi jantung, paru, otak (bantuan hidup dasar, dan lanjutan pasien berada intensif/ICU).jangka panjang) pada kegawatan mengancam nyawa dimanapun (ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi.

4) Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain.

5) Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan, trauma, maupun nyeri persalinan).

6) Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri kanker dan penyakit kronis).

7) Memberikan bantuan terapi inhalasi.Dokter anestesi merupakan dokter spesialis yang bertanggung jawab untuk memberikan anestesi atau pembiusan kepada pasien yang hendak menjalani prosedur bedah atau operasi dan prosedur medis lainnya.

 Dalam hal ini, setiap dilakukannya operasi diperlukannya adanya dokter anastesi. Apabila tidak dilakukan sesuai SOP maka hal tersebut dapat mengakibatkan malpraktik. 

Oleh karena itu, adanya dokter anestesi dalam setiap tindakan operasi yang akan dilakukan oleh dokter bedah dan jantung memiliki dampak yang signifikan karena semua tindakan operasi atau tindakan lainnya dalam kesehatan harus sudah sesuai dengan SOP pada peraturan yang berlaku, karena apabila tidak sesuai, maka akan menimbulkan adanya malpraktik.

3. Apa ada kewajiban untuk rujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap?

   Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur mengenai sistem rujukan Pelayanan Kesehatan perseorangan mencakup rujukan secara vertikal, horizontal, dan rujuk balik. 

Yang dimaksud dengan “rujukan secara vertikal” adalah rujukan yang dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan perujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan penerima rujukan yang memiliki tingkat kemampuan pelayanan yang lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan medis pasien.

Yang dimaksud dengan “rujukan secara horizontal” adalah rujukan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan perujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan penerima rujukan yang sama jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan, tetapi memiliki jenis kompetensi tertentu yang tidak dimiliki oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan perujuk.

Yang dimaksud dengan “rujuk balik” adalah pelaksanaan rujukan terhadap Pasien yang telah selesai ditangani pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan penerima rujukan dan masih dibutuhkan perawatan lanjutan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih rendah kompetensinya.

Atas dasar ini seharusnya  Rumah Sakit TC. Hillers segera   dirujukkan pasien ke rumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap dengan “rujuk secara horizontal”, hal ini dilakukan karena pada rumah sakit tersebut tidak memiliki dokter anestesi, maka tenaga medis wajib segera merujukkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas dokter spesialis anestesi untuk dapat segera ditangani lebih lanjut.

4. Dalam hal ini apakah rumah sakit dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum? Rumah sakit dapat dimintakan pertanggungjawabkan hukum apabila terbukti adanya kelalaian dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar medis yang berlaku.

 Hal ini diatur dalam Pasal 193 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 menegaskan bahwa Rumah Sakit bertanggungjawab secara hukum terhadapt kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit.

 Dalam kasus ini jika pasien tidak mendapatkan penanganan yang memadai karena ketidakhadiran dokter anestesi, dan  menyebabkan kematian atau kerugian bagi pasien, rumah sakit dapat dikenai tanggung jawab hukum baik secara perdata maupun pidana. 

Kewajiban rumah sakit untuk menyediakan tenaga medis yang kompeten dan fasilitas yang memadai untuk menangani kondisi pasien diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta peraturan-peraturan lain yang mengatur standar pelayanan rumah sakit.***