Gibran
Selasa, 02 Juli 2024 18:17 WIB
Penulis:redaksi
JAKARTA (Floresku.com)— Puluhan massa dari Lembaga Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia dan Pegiat Anti Korupsi, Senin (1/7) siang berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Kami meminta pihak Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait penyalahgunaan Rp 16 miliar lebih tahun 2017 yang diduga kuat melibatkan sejumlah oknum pejabat di DPRD Kabupaten Tolikara,” ujar Ketua Kompak Indonesia Gabriel de Sola kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut de Sola, kasus penyalahgunaan anggaran di DPRD Tolikara tahun 2017 sudah terang benderang. Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Wilayah Papua jelas menunjukkan, ada tindak pidana korupsi namun proses penyelesaiannya tak kunjung tuntas oleh aparat penegak hukum di Polda Papua. Terlihat masih ada tarik ulur di antara oknum aparat penegak hukum menuntaskan kasus itu.
“Kami mendengar pihak Kantor Perwakilan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan, BPKP Provinsi Papua juga akan melakukan audit investigatif. Namun, kecurigaan semakin kuat karena tak ada tanda-tanda penyelesaiannya. Kami juga mendesak agar Kepala BPKP Provinsi Papua segera dievaluasi,” kata de Sola menambahkan.
Menurut de Sola, massa pengunjuk rasa sebelumnya menggeruduk kantor Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia di Jalan Kuningan Persada, Kelurahan Guntur, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan, Senin (1/7) pukul 09.00 WIB.
Di Gedung Merah Putih KPK, massa berunjuk rasa mendukung total komisi antirasuah itu segera menangkap dan melakukan proses hukum terhadap pelaku dan aktor intelektual tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan keuangan di DPRD Tolikara Tahun 2017 senilai Rp 16 miliar lebih.
“Kami meminta dan mendukung KPK RI agar membantu menuntaskan kasus penyalahgunaan Rp 16 miliar di DPRD Tolikara tahun 2017,” kata de Sola kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/7).
Menurut de Sola, kasus penyalahgunaan APBD Tolikara Tahun 2017 sebesar Rp 16 miliar lebih yang diduga kuat melibatkan pejabat terkait di Sekretariat DPRD Tolikara, sudah berlangsung sejak 2017. Kasus ini, ujarnya, juga sudah terang benderang dan menjadi diskusi di tengah masyarakat Tolikara namun proses penyelesaiannya hingga kini tetap misterius.
“Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Wilayah Papua sudah jelas membuktikan Rp 16 miliar lebih dana di DPRD Tolikara tahun 2017 tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bukti fisik di lapangan tidak ditemukan,” kata de Sola.
Menurutnya, kasus ini juga sudah dilimpahkan ke Polda Papua namun tak kunjung tuntas penanganannya. Karena itu, Kompak Indonesia mendukung KPK menuntaskan agar uang rakyat Tolikara diselamatkan.
“Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Papua sudah jelas diduga kuat terjadi penyalahgunaan anggaran belasan miliar oleh pejabat terkait saat itu. Kami juga mendapat laporan, BPKP juga belum melakukan audit investigatif sehingga kuat dugaan terjadi ‘main mata’ di dalam,” ujar de Sola.
de Sola juga meminta KPK juga memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan keuangan rakyat Tolikara. Selain itu, mendesak komisi antirasuah itu memeriksa pejabat yang terkait langsung dalam kasus itu demi menyelamatkan keuangan negara.
“Kami meminta KPK melakukan penangkapan terhadap pejabat terkait dan kroni-kroninya dalam kasus penyalahgunaan belasan miliar uang rakyat Tolikara tahun 2017. KPK perlu segera memproses secara hukum para pelaku agar menimbulkan efek jera dan menyelamatkan uang negara di Provinsi Papua Pegunungan,” kata de Sola.
de Sola juga menegaskan, Kompak Indonesia meminta dukungan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, Pemerintah Kabupaten Tolikara dan DPRD Tolikara serta semua pihak di Papua Pegunungan agar kasus dugaan korupsi Rp 16 miliar lebih di DPRD Tolikara tahun 2017 agar dituntaskan.
“Sejak dahulu kami terpanggil nurani untuk memberantas perilaku koruptif pejabat di tanah Papua. Kasus penyalahgunaan keuangan di Setwan Tolikara tahun 2017 sangat besar, belasan miliar lebih. Bisa saja jumlah itu yang dibuka ke publik tetapi juga bisa lebih dari itu, Bagaimana rakyat dan daerah Tolikara mau maju? Inilah alasan lain mengapa kami mengadukan kasus ini ke KPK,” ujar de Sola. (*)
sebulan yang lalu