Sikka
Kamis, 10 Februari 2022 11:17 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
Oleh: Nathania Raisa Runga Mali, mahasiswi semester dua Universitas Pajajaran, Bandung
HARI-HARI belakangan ini ruang digital kita disesaki oleh hiruk pikuk komentar pro dan kontra tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).
Sebagaiman kita ketahui DPR RI telah menyetujui RUU IKN pada Sidang Paripurna DPR yang digelar pada 18 Januari 2022. Meski hingga pekan ketiga pihak Istana (Presiden RI) belum mengundangkannya, RUU tersebut akan menjadi landasan hukum perpindahan IKN dari DKI Jakarta ke Nusantara.
Pengesahan RUU IKN menjadi UU IKN tentunya akan menimbulkan dampak yang besar di berbagai sektor kehidupan, mulai dari sektor ekonomi, sosial-budaya hingga lingkungan.
Dari sisi lingkungan hidup, pemindahan IKN dari Jakarta ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur dikuatirkan akan mengancam kelestarian lingkungan hidup. Sejumlah kalangan berpandapangan bahwa pembangunan infrastruktur IKN dan meningkatkannya jumlah polulasi di Penajaman Paser Uatara dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
Tetapi, dari sisi ekonomi, pemindahan IKN ke Penajam Paser Utara berpotensi membawa pengaruh positif. Kementerian PUPR dalam keterangannya yang tertea di laman situs resmiya menyatakan bahwa tingkat kemantapan jalan di Kalimantan Timur saat ini masih hanya 79 persen, paling rendah di seluruh Indonesia.
Jadi, pengesahan RUU IKN justru akan menopang pembangunan dan pemerataan di Pulau Kalimantan dan kawasan Indonesia bagian timur.
Ada pepatah, ‘Di mana ada asap, disitu ada asap,’ jika IKN berpindah ke Provinsi Kalimantan Timur, maka ada kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan baru. Sebab, ketika para investor terlibat membangun infrastruktur, properti dan berbagai fasilitas untuk menunjang kegiatan di ibu kota baru maka akan ada banyak lapangan kerja tersedia.
Dengan berjalannya kegiatan di ibu kota baru (Penajam, Paser Uatara), pemerintah dan bangsa Indonesia berpeluang melakukan pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa dan terutama kawasan Indonesia bagian timur, sehingga dapat menurunkan kesenjangan sosial-ekonomis antara Jawa dan luar Jawa, Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur.
Itu berarti, pemindahan IKN ke Penajam Paser Uatara yang diberi nama Nusantara oleh Presiden Joko Widodo, bangsa Indonesia beralih atau bertransformasi dari model pembangunan yang Jawasentris ke Indonesiasentris.
Walau terdapat sisi positif, RUU IKN juga banyak mendapat kecaman dari beberapa pihak. Karena seperti yang kita tahu luas hutan di Kalimantan saat ini sudah sangat berkurang akibat pembuatan perkebunan sawit.
Lantas bagaimana kondisi hutan Kalimantan, ketika di pulau tersebut terdapat IKN? Bisakah Kalimantan dipertahan sebagai kawasan hutan terbesar di Indonesia, dan juga sebagai ‘paru-paru’ dunia?
Nah, bertolak dari kekuatiran seperti itu muncul konsep forest city untuk IKN baru, sebagai upaya penanggulangan terkikisnya hutan di Kalimantan Timur.
Forest city adalah kota dengan visi yang menganut unsur-unsur yang mencakup identitas, keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan serta mewujudkan kota cerdas modern berstandar internasional dengan tidak melenyapkan kelestarian hutan dan keberlanjutan lingkungan.
Yang masih menjadi kekhawatiran adalah keresahan masyarakat dan krisis kepercayaan sebagaian rakyat Indonesia kepada pemerintah. Mereka kuatir kalau konsep forest city tersebut hanyalah iming-iming atau janji belaka agar masyarakat setuju dengan pengesahan RUU ini.
Menurut saya, konsep forest city ditawarkan pemerintah sebagai jalan keluar sebagai permasalahan dari keresahan terhadap kondisi keberlanjutan lingkungan di Kalimantan bisa diterima.
Sebab, kita seharusnya dapat belajar dari kondisi IKN DKI Jakarta memikul beban sangat berat, Selama ini, selain berfungsi sebagai IKN, Jakarta juga berfungsi pusat pembangunan, perekonomian, pusat pekerjaan, perusahaan dan idustri.
IKN Jakarta memiliki fasilitas paling lengkap sehingga memikat warga dari berbagai daerah mengalir masuk (urbanisasi). Menurut data dari databoks.katadata.co.id , pertambahan penduduk di ibu kota DKI Jakarta mencapai 88 ribu jiwa setiap tahunnya.
Data stastitik 2020 Dengan luas wilayah hanya 664 km persegi, kota ini dijejali penduduk lebih dari 11 juta jiwa, dengan kepadatan 16.937 jiwa/km persegi.
Data tersebut menandakan bahwa DKI Jakarta sudah sangat penuh. Bisa jadi 20 tahun lagi kota tersebut tidak bisa lagi memikul beban kelebihan penduduk.
Sesungguhnya, dalam hal pemindahan IKN, kita bisa belajar dari Amerika Serikat yang menjadikan Washington D.C sebagai ibu kota negara. Walaupun Kota Washington dijadikan sebagai pusat pemerintahan, kota tersibuk di Amerika serikat hingga saat ini masih dipegang oleh Kota New York. Kedua kota tersebut saling melengkapi satu sama lainnya.
Menurut saya, Indonesia juga bisa menerapkan hal seperti yang dilakukan negara Amerika Serikat itu demi kesejahteraan warga Kota DKI Jakarta maupun IKN baru, Kota Nusantara (Penajam Paser Utara). Dengan demikian kita dapat mengembangan pemerataan pembangunan demi Indonesia yang lebih maju, adil dan sejahtera. ***
8 bulan yang lalu
setahun yang lalu