SOROTAN: Sepeda Kembali Menyentuh Bumi

Sabtu, 28 Agustus 2021 10:08 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

SEPEDA.jpg
Sepeda Kembali Menyentuh Bumi (BukaReview-Bukalapak.com)

Oleh: Jannes Eudes Wawa*

SETINGGI-TINGGINYA bangau terbang, akhirnya kembali ke pelimbahan (kubang) juga. Pepatah ini agaknya tepat untuk melukiskan kondisi bisnis sepeda saat ini. Setelah harganya sempat melambung tinggi melampaui batas rasional selama tahun 2020, kini telah kembali mendekati normal.

Selama delapan bulan terakhir, harga sepeda perlahan-lahan mulai turun. Misalnya, sepeda lipat Brompton baru tipe basic (S6R/M6R) yang pada tahun 2021 bisa mencapai Rp 50 juta hingga Rp 65 juta, dan tipe favorit (CHPT3) mencapai Rp 150 juta per unit. Padahal, sebelum pendemi Covid-19, harga sepeda buatan Inggris ini berkisar Rp 20 juta-Rp 30 juta per unit.

Brompton merupakan sepeda lipat yang paling diburu pembeli di Indonesia. Sepeda yang memiliki tiga lipatan ini tergolong praktis dan simple. Bahkan, lipatannya pun rapih. Itu sebabnya, para pembeli kala musim eforia gowes tidak peduli lagi dengan harganya. Yang penting, sepeda kesukannya bisa dimiliki.

Seorang teman pemilik sepeda Brompton pernah bercerita. Pada suatu hari, tiba-tiba ada orang yang menawar sepeda bromptonnya seharga Rp 50 juta. Dia pun tidak berpikir panjang lagi, dan langsung melepaskan. Apalagi sepeda itu dibeli tiga tahun sebelumnya dengan harga Rp 23 juta. Selama tiga tahun, hampir setiap hari dipakai gowes. Keuntungan yang diperoleh sudah berlipat ganda.

Selang seminggu setelah terjual, datang lagi orang lain menawarkan sepeda yang sama seharga Rp 60 juta. Bahkan, sebulan berikutnya ada lagi yang membeli kembali sepeda Brompton itu seharga Rp 75 juta. Dalam tempo satu setengah bulan, sepeda tersebut tiga kali berganti pemilik dengan harga yang meningkat tajam.

Fenomena kebangkitan dunia sepeda bagai mimpi di siang bolong. Pelaku industri sepeda di seluruh dunia pun seperti tidak percaya menghadapi permintaan yang melonjak tajam tanpa mempedulikan harga yang mahal. Tiap saat dicari. Menunggu beberapa bulan dengan harga tinggi pun tidak dipersoalkan. Sepeda seolah berada di langit ketujuh.

Bahkan, baru pertama kali dalam sejarah di Indonesia, jumlah sepeda yang terjual pada tahun 2020 mencapai sekitar 8 juta unit. Ini mengalahkan penjualan sepeda motor yang hanya 4.361.008 unit meliputi penjualan domestic 3.660.616 unit dan ekspor sebanyak 700.392 unit. Penjualan sepeda motor pada tahun 2020 turun 43,57 persen dibanding tahun 2019 mencapai 6.487.460 unit.

Kini, kisah manis kebangkitan dunia sepeda hanya tinggal cerita. Fenomena tersebut takkan mungkin terulang kembali dalam beberapa tahun ke depan. Harga mulai berangsur turun, mendekati harga normal. Dunia sepeda seolah kembali menginjak bumi.

Kelebihan stok

Harga kedua jenis Brompton itu sudah merosot tajam, sekitarRp 30 juta dan Rp 75 juta per unit. Sepeda Polygon tipe path 18G yang beberapa waktu lalu minimal Rp 9 juta per unit, kini sudah bergerak di bawah Rp 8,5 juta per unit. Sepeda lipat merk FoldX xlite edisi Damn I Love Indonesia yang tahun lalu minimal Rp 10,6 juta, sekarang di bawah Rp 9 juta per unit. Begitu pula harga sepeda Marin Bobcat Trail 3 juga turun dari Rp 8 juta menjadi Rp 6,2 juta per unit.

Sepeda balap (roadbike) paling banyak diminati warga selama Covid-19. Seperti dalam gambar, sejumlah peserta menggunakan sepeda balap dalam acara Jelajah Bali Bike pada 19-20 Juni 2021. Foto: Dokumen Jelajah Bike

 Ketua Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo) Eko Wibowo Utomo, sebagaimana dilaporkan kompas.com mengakui adanya penurunan harga sepeda yang cukup tajam selama tahun 2021, minimal 20 persen. Penyebab utama adalah stok yang berlimpah, sedangkan permintaan kian merosot tajam.

Sepeda yang tahun lalu dipesan ke produsen di Taiwan dan negara lainnya tidak langsung masuk ke Indonesia pada tahun yang sama. Barang-barang impor itu baru mulai masuk pada awal tahun 2021.

Sementara di dalam negeri, sejumlah produsen juga memproduksi sepeda dalam jumlah yang banyak. Bahkan, hasil produksi tahun 2020 pun belum semuanya laku terjual. Akibatnya, stok sepeda di dalam negeri pun melimpah. Padahal, antusiasme masyarakat membeli sepeda sudah berkurang tajam.

Itu sebabnya, pelaku usaha melakukan koreksi harga untuk menyesuaikan dengan keadaan saat ini. “Koreksi atas harga pasar yang naik tajam pada tahun lalu karena stok terbatas. Koreksi ini menyesuaikan situasi saat ini sehingga dimana-mana harga sepeda turun drastis,” ujarnya.

Jika kembali melihat permintaan sepeda pada tahun 2020 memang sebuah anomali. Di seluruh dunia, masyarakat tiba-tiba berduyun-duyun membeli sepeda demi menghadapi pendemi wabah virus corona (Covid)-19. Protokol kesehatan Covid-19 menuntut adanya jagak jarak, hindari kerumuman, dan terus berolahraga demi menjaga imunitas tubuh.

Bahkan, di banyak tempat, pembeli rela antri demi mendapatkan sepeda yang diinginkan. Ada pula pembeli yang bersedia menunggu hingga beberapa bulan. Fenomena inden ini tergolong baru pertama kali terjadi dalam dunis bisnis sepeda. Sepeda benar-benar jadi primadona. Maka, jangan heran jika harga sepeda saat itu langsung meroket tajam di luar batas kewajaran.

Fenomena sepeda ini boleh dikatakan sebagai peristiwa langka, sebab sebelum itu tidak pernah terjadi. Hanya gara-gara pendemi wabah Covid-19, sepeda diburu dimana-mana, di seluruh dunia. Harkat dan martabat sepeda pun langsung melangit.

Secara bisnis, apa yang terjadi pada dunia sepeda ini merupakan hal wajar. Inilah hukum bisnis. Semakin banyak permintaan, maka harga pun meningkat. Harga semakin mahal apabila stok  barang pun terbatas. Sebaliknya, harga merosot tajam manakala permintaan pun terus menurun.

Sepeda balap dalam Tour de Flores, 2017 (Foto: Istimewa)

Data yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan, permintaan sepeda di Tanah Air pada tahun 2020 sekitar 8 juta unit. Yang paling diminati jenis sepeda balap (roadbike),  disusul sepeda lipat (folding bike), sepeda gunung, dan jenis lainnya. Untuk tahun 2021, permintaan sepeda diperkirakan berkisar 4 juta hingga 5 juta unit.

Kendati demikian, kondisi ini bertolak belakang dengan kebutuhan komponen sepeda. Hingga saat ini, permintaan suku cadang sepeda masih tinggi, tetapi persediaan masih terbatas. Ini disebabkan produksi belum optimal.

“Memang, suplai komponen mulai berjalan, tetapi jumlah yang diberikan kepada agen dan toko sepeda masih terbatas. Bahkan, ada beberapa jenis komponen yang masih sulit diperoleh, dan perlu menunggu beberapa bulan. Mungkin gara-gara kasus covid meningkat lagi, termasuk di China, Taiwan dan lainnya sehingga industri komponen sepeda belum berproduksi maksimal,” jelas Udin, pengelola toko sepeda di selatan Jakarta.

Setelah berbulan-bulan berpisah, Irjen (purn) Royke Lumowa (tengah) akhirnya berjumpa lagi dengan teman-temannya sesama pesepeda saat mengikuti Jelajah Bali Bike pada Juni 2021 lalu. Foto: Dokumen Jelajah Bike

Dengan penurunan harga ini, kita berharap semangat warga untuk memiliki sepeda dan menggunakannya harus tetap tinggi. Karena bersepeda tidak semata-mata mengayuh, tetapi melatih keseimbangan tubuh dan ketenangan jiwa. Semakin jauh bersepeda, suasana yang dilihat pun selalu berbeda dan bervariasi. Bahkan, semakin banyak pula persahabatan yang terjalin. Di situlah Anda menemukan kebahagiaan lahir dan bathin. (*)

*JANNES EUDES WAWA
Pegiat Touring Sepeda

**Tulisan ini pernah tayang di jelajahbike.com, 27 Agustus 2021.