Start Up Lakukan PHK, Bagaimana Nasib Fintech?

Kamis, 09 Juni 2022 08:00 WIB

Penulis:MAR

Editor:MAR

Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia (Trenasia.com)

JAKARTA (Floresku.com) - Di tengah maraknya start up yang berbondong-bondong melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, sektor fintech diprediksi memiliki garis nasib yang lebih baik.

Analis investasi Central Capital Ventura Deandra Fidelia Marbun mengatakan bahwa start up yang bergerak di bidang financial technology (fintech) memiliki potensi yang lebih tinggi untuk memperoleh pendanaan melalui aksi akuisisi.

Menurut Deandra, tren ini didukung oleh kebutuhan start up di sektor riil untuk memiliki lini bisnis yang lebih berpotensi menghasilkan keuntungan tatkala investor lebih selektif dalam mengalokasikan dananya di tengah tekanan inflasi membayang-bayangi.

"Di seluruh dunia, tipe perusahaan apa pun, itu ujung-ujungnya berupaya menjadi finance company. Tak terkecuali start up, kemungkinan besar juga mengincar fintech," kata Deandra dalam Mini Conference bertajuk Start Up Report 2021-2022 Q1, Selasa, 7 Juni 2022.

Gejolak makroekonomi dan potensi krisis global yang terjadi saat ini mendorong para investor untuk lebih selektif dalam mendanai start up.

Sebenarnya kondisi ini justru bisa berdampak positif karena para pelaku start up akan lebih terdorong untuk memperbaiki fundamental bisnis dan mencoba menjalankan bisnis lebih lama tanpa mengandalkan pendanaan ventura.

Kolaborasi antara start up konvensional dan fintech dinilai Deandra dapat membantu di tengah kondisi saat ini. Pasalnya, start up di sektor riil saat ini membutuhkan inovasi untuk mendulang penghasilan demi menjaga keberlangsungan perusahaan.

"Sementara fintech juga membutuhkan dorongan atau support dari transaksi start up konvensional yang kokoh. Jadi, kalau pun bukan merger dan akuisisi, kolaborasi di antara keduanya juga akan semakin besar," ungkap Deandra.

Deandra pun memprediksi suntikan dana dari modal ventura masih akan mengalir kepada start up yang bergerak di bidang fintech untuk tahun ini.

Sebagai informasi, dalam beberapa waktu terakhir, ada beberapa start up yang melakukan PHK terhadap karyawan-karyawannya, di antaranya PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja), PT Zenius Education (Zenius), PT Jingdong Indonesia Pertama (JD.ID), dan PT Pahami Cipta Edukasi (Pahamify).

Badai PHK start up tidak hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini bahkan lebih dulu terjadi di Silicon Valley, Amerika Serikat.

Perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley menyebut bahwa saat ini adalah masa-masa "zombie unicorn", istilah yang merujuk kepada perusahaan start up bernilai tinggi tetapi goyah dan masih membutuhkan investor untuk keberlangsungan bisnis.

Perusahaan Silicon Valley yang melakukan PHK sebagai dampak surutnya pendanaan di antaranya start up olahraga Peloton, start up video Cameo dan platform investasi saham dan kripto Robinhood.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 09 Jun 2022