Cacing Laut
Kamis, 24 Maret 2022 09:37 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
MAUMERE (Floresku.com) -Desa Sikka, Kecamatan Lela berjarak sekitar 28 kilometer dari pusat Kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka dan bisa ditempuh kurang lebih satu jam perjalanan dengan kendaraan bermotor.
Desa Sikka ini merupakan cikal bakal lahirnya Kerajaan Sikka dan awal penyebaran agama Katolik oleh Portugis di wilayah Kabupaten Sikka. Selain Gereja Tua Sikka yang dibangun tahun 1893 dan selesai tahun 1899, terdapat beberapa meriam peninggalan Portugis di sana.
Warga Desa Sikka memiliki beragam tradisi warisan para lelulur. Salah satu tradisi yang dipegang teguh dan dijalani hingga saat ini sadalah tradisi menagkap cacing laut atau Ule Nale.
Cacing laut, atau ‘Ule Nale’ dalam bahasa Sikka selalu muncul setahun sekali di wilayah pesisir pantai di Desa Sikka Kecamatan Lela Kabupaten Sikka, NTT. Itu sebabnya maka kebiasaan berburu Ule naale menjadi masyarakat secara turun temurun.
Untuk menangkap Ule Nale, harus menggunakan tangan kosong, dan itu pun harus dilakukan secara perlahan dan berhati-hati
Menurut warga setempat, muncul hanya sekali dalaam setahun. Kemunculannya pun didahului dengan sautu penanda khusus.
“Sebelum Ule Nale muncul akan tercium bau amis dari laut dan bulan pun gelap. Begitu pun saat Ule Nale akan hilang yang biasanya disertai angin, petir dan hujan dimana masyarakat meyakini musim hujan dan badai telah berakhir sehingga mereka bisa kembali melaut.”
“Sejak dahulu, ketika musimnya tiba, warga Desa Sikka turun ke laut membawa obor berburu Ule Nale. Biasanya Ule Nale muncul pada minggu ketiga Pra Paskah atau jalan Salib ketiga, yang terjadi pada di bulan Maret atau April.”
“Kita tunggu saja ketika sudah Jalan Salib di minggu ke tiga sekitar hari Senin, Selasa dan Rabu kita sudah bisa panen Ule Nale,” ujar Wilda, penduduk asli Desa Sikka kepada media ini.
Bagi warga Sikka, Ule Nale dipercaya sebagai berkah istimewa. Sebab, Ule Nale tidak muncul di wilayah lainnya di Kabupaten Sikka. Dan, berkah itu berlangsung singkat, hanya tiga alam saja.
Wilda juga menjelaskan, ada dua jenis Ule Nale yang muncul di pantai Sikka. Jenis pertama, yang berukuran kecil, dan Jenis kedua berukruan besar. Dari segi warna pun, ada dua jenis, yang satu berwarna merah, dan yang lain, hijau.
"Ada dua jenis Ule Nale. Biasanya yang muncul pada hari pertama bentuk dan ukurannya lebih kecil. Kalau yang ukurannya lebih besar, biasanya muncul hari kedua setelah cacing berukuran kecil muncul. Ule Nale berukuran besar tangkapnya bisa menggunakan tangan tetapi harus pelan karena cacingnya bisa hancur kembali menjadi air,”ucapnya,
Ule Nale bisa kita dapatkan di dalam lubang-lubang batu dan karang atau di genangan air laut atau kolam-kolam kecil di pinggir pantai.
Wilda menuturkan, Ule Nale biasanya muncul saat bulan gelap. Oleh karena warga harus mengungunakan alat penerangan. Dahulu, warga biasa menggunakan obor sebagai penerangan.Tapi saat ini banyak yang menggunakan senter atau lampu Hand Phone sehingga kesan tradisionalnya perlahan hilang.
“Setelah ditangkap, Ule Nale ditaruh di wadah dan langsung dimasak. Ule Nale tidak boleh dicuci, karena kalau dicuci ia hancur dan mencaiR." jelas Wilda lagi.
Wilda mengakui kalau tahun ini hasil tangkapan Ule Nale-nya berkurang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Ule Nale tidak hanya diburu oleh warga Kampung sikka saja. Banyak juga warga asli Sikka dari Kota Maumere juga hadir untuk mengikuti tradisi ini,” ungkap Wilda lagi.
“Ini malam pertama kami mengikuti tradisi yang unik ini. Semoga tahun depan tradisi ini bisa dikemas menjadi salah satu Festival Lokal dari Maumere,” kata Elisabeth, seorang warga yang datang dari Maumere.
Ada Pantangan
Dalam tradisi berburu ule nale di Sikka, ada pantangan yang harus dipatuhi oleh semua warga desa termasuk masyarakat dari luar daerah yang ingin terlibat dan menyaksikan ritual ini.
Warga setempat meyakini bahwa pantangan harus dilakukan agar Ule Nale tidak menghilang dan tidak akan muncul kembali. Warga mempercayai dan mematuhi pantangan tersebut. Bahkan, ada himbauan dari pemuka adat dan tokoh masyaeakar untuk mematuhi pantangan ini.
Wilda menyebutkan, pantangan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut Saat Ule Nale ini hendak muncul, perempuan yang sedang hamil dan suaminya tidak boleh berdiri di tepi pantai. Termasuk juga kata dia, perempuan yang sedang mengalami menstruasi.
“Mereka dilarang berdiri di pinggir laut, apalagi ikut menangkap Ule Nale. Sebab, jika orang-orang tersebut tidak mematuhi larangan tersebut, maka Ule Nale pun akan hilang atau berubah menjadi air sehingga tidak bisa ditangkap lagi,” ucapnya.
"Pantangan ini pernah tidak secara sengaja dilanggar" kata Wilda. Dan, memang terbukti, Ule Nale pun tidak muncul.
"Jadi, warga Desa Sikka sangat percaya dengan pantangan tersebut," pungkasnya. (Mardat). ***