Rabu, 13 Oktober 2021 10:34 WIB
Penulis:redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA (Floresku.com) - Belakangan ini beredar melalui jaringan WhatsApp sebuah video pendiktean pengucapan dua kalimat syahadat dengan tambahan nama Yesus pada dua anak kecil di salah satu wilayah di bagian timur Indonesia.
Tidak diketahui pasti apakah video tersebut terjadi di Provinsi Nusa tenggara Timur (NTT) atau di wilayah timur Indonesia lainnya. Namun, dlihat dari postur dan warna kulit, dipastikan kedua anak yang didiktekan kalimat syahadat itu berasalh dari salah satu daerah di Indonesia bagian timur.
Meski demikian, para netizen cenderung meyakini bahwa video tersebut direkam di wilayah NTT. Makanya, ketika menerima kiriman video, para netizen langsung merespon perihal kehidupan beragama di NTT. Mereka juga mendesak agar parat keamanan perlu segera menginvestigasi apa maksud video tersebut dibuat?
Seorang netizen di grup WhatsApp Ledalero 1984 berkomentar singkat, “Bahaya NTT”. Seorang netizen lain yang berkarya di Brasil, menimpali, “Kasihan bangsaku Indonesia."
Vide berdurasi 59 detik berpotensi menimbulkan keresahan dan konflik antar umat beragama sehingga pihak polisi daerah (Polda NTT) diminta untuk menertibkan para pemimpin agama yang melakukan praktik penyebaram agama dengan cara yang vulgar dan proovaktif.
Dalam video itu, tampak seorang pria berkacamata dan mengenakan topi dalam posisi berjongkok sambil memegang mike yang diarahkan kepada dua anak berusia sekitar 7 tahun yang duduk bersila di hadapannya. Sementara dua pria lain dan seorang wanita merekamnya dengan kamera handphone mereka.
Kemudian spria berkacamata itu mendiktekan kalimah syahadat secara bergantian kedua anak tersebut. Mulah-mula ia mendiktekan kalima syahadat dalam bahasa Arab. Kemudian ia melanjutkan dalam bahasa Indonesia, katanya," “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhmmad adalah nabi Allah.” Tidak berhenti di situ, ia kemudian, "dengan Yesus, Isa adalah nabi Allah."
Komentara netizen
"Video begini hanya bikin panas dan cari kacau saja, " ujar seorang anggota dalam Grup Whatsapp Alumni Seminari Mataloko yang kemudian diikuti sejumlah komentar di bawahnya.
Seorang netizen yang lain menilai bahwa kalimat syahadat yang sudah lazim dalam agama Islam, yakni: Asyadu an laa ilaaha, wa asyhaduanna muhammadar rassuulullah yang dilanjutkan dengan terjemahan: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."
"Sampai di sini tak masalah. Itu hak siapapun untuk menyebarkan agamanya masing-masing, dan hak juga sesorang untuk meyakini sebuah agama. Tambahan sesudah syahadat ini yang menurut saya kurang elok," ujar yang lain.
Karena dalam video itu, setelah shayadat itu disebut-sebut nama Yesus yang tidak ada dalam shayadat resmi. Tambahan itu berbunyi, "dan Yesus, Isa adalah Nabi Allah." "Saya belajar islamologi, dan tidak ada syahadat yang punya embel-embel seperti itu," tegas anggota di grup di Whatsapp yang lain.
Yang mesti dicermati adalah video-video praktik islamisasi yang menggaggu keharmonisan di NTT sepertinya terus berulang dan tidak mendapat respon dari pihak kepolisian.
Peringatan Koordinator TPDI dan Presiden Konggres Rakyat Flores
Beberapa waktu yang lalu Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Presidium Kongres Rakyat Flores pernah mengirim rekaman video YouTube diterima oleh TPDI yang mengkonfirmasi praktik Islamisasi di NTT yang disebut-sebut dilakukan oleh Ustad Nababan dan oleh sebuah kelompok yang menamakan Pejuang Subuh Sumba, di Sumba, patut diwaspadai gerakannya.
Praktik Islamisasi yang diduga dilakukan oleh kelompok Pejuang Subuh Sumba, Ustad Nababan dan lain-lain di NTT, semakin lama, semakin meresahkan umat beragama setempat, karena konon dilakukan dengan cara membujuk umat beragama setempat pindah agama dengan iming-iming materi.
"Padahal secara ttika, praktek Islamisasi di tengah masyarakat yang sudah beragama, terlebih-lebih dengan iming-iming fasilitas, tidak dapat dibenarkan, karena berpotensi mengganggu kerukunan umat beragama, toleransi dan kohesi sosial masyarakat, serta bertentangan dengan SKB Mendagri dan Menteri Agama No. 1 Tahun 1979," ujarnya.
Potensi Melahirkan Konflik
Proses Islamisasi di NTT sudah mengusik toleransi warga lokal yang sudah menjadi penganut Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu, karena langsung masuk ke kantong-kantong pemukiman warga NTT yang sudah beragama dan disebut-sebut menggunakan pola pendekatan materi, uang, beasiswa dan lain-lain.
Menurut Selestinus, pola pendekatan Pejuang Subuh Sumba dan Ustad Nababan dalam Islamisasi di NTT, diduga memiliki agenda terselubung yaitu penyebaran paham radikal, apakah penganut Wahabi, HTI atau kelompok radikal lain, sehingga Pemda NTT, Gereja, NU, Muhamadiyah dan lain-lain perlu melakukan penyelidikan dan penertiban, sebelum memicu konflik sosial yang kelak akan mengganggu toleransi di NTT.
Islamisasi yang dilakukan oleh Pejuang Subuh Sumba, Ustad Nababan berbeda, karena menyasar pada warga NTT yang sudah menganut agama Kristen, Katolik , berbeda dengan pola yang dilakukan oleh NU atau Muhamadiyah, yaitu secara natural, yaitu dengan semangat kerukunan, tanggang rasa, saling menghargai sesama umat beragama sehingga toleransi dan kohesi sosial masyarakat tetap terjaga.
"Pemerintah, Pemerintah Daerah NTT, Gereja dan pimpinan semua agama di NTT harus menyikapi soal Islamisasi oleh Ustad Nababan, Pejuang Subuh Sumba, dkk. oleh karena pola penyebarannya, disebut-sebut melalui iming-iming modal, yaitu pindah agama dan mendapat fasilitas materi dan kehidupan yang eksklusif dengan target hijaukan NTT, karena itu perlu ditertibkan," tegasnya. ***