Wakil DPRD Mabar Marsel Jeramun Kritik Pedas Pemda Mabar karena Cabut 'Status Tansmigrasi' Warga Desa Raba

Senin, 21 Maret 2022 13:16 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

Wakil ketua DPRD.JPG
Wakil Ketua DPRD Manggarai Barat Marselinus Jeramun SE (Istimewa)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Sejumlah pihak menyampaikan kritik pedas kepada  Pemerintah Daerah Manggarai Barat (Pemda Mabar) atas keputusannya mencabut ‘Status Tansmigrasi’ sejumlah warga masyarakat yang mendiami Kampung Longge, Desa Raba, Kecamatan Macang Pacar.

Salah satu yang menyampaikan kritik pedas kepada Pemda Mabar  tersebut adalah  Wakil Ketua DPRD Mabar, Marsel Jeramun.

Bagi Marsel, sebelummemberikan peringatan kepada masyarakat, Pemda Mabar seharus memberikan peringatan kepada dirinya sendiri.

"Sebelum Pemda Mabar memberikan peringatan kepada mereka, Pemerintah Daerah harus memberikan peringatan kepada dirinya sendiri", kata Marsel Jeramun.

Marsel melanjutkan, tujuan dari Pemda Mabar memberikan peringatan kepada dirinya terlebih dahulu agar ia mampu mengetahui kebutuhan warga transmigrasi dan menyiapkan fasilitasnya.

"Supaya ia bisa menyiapkan fasilitas penunjang sebagaimana yang dijanjikan kepada masyarakat saat program transmigrasi itu dilakukan beberapa tahun yang lalu", kata Marsel Jeramun.

Ia pun menjelaskan, seandainya fasilitas kebutuhan dasar warga transmigrasi diperhatikan oleh pemerintah, warga tidak akan meninggalkan lokasi.

"Andai kata fasilitas jalan menuju wilayah translok itu diperhatikan, iya, tentu mereka akan tinggal di situ tanpa harus mencari rejeki di tempat lain atau di tempat asalnya", kata Marsel Jeramun selaku ketua DPD PAN Mabar itu.

Untuk diketahui, Pemda Mabar melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM (DisnakerTranskop-UKM) Mabar mengeluarkan surat pemberitahuan pencabutan status sebagai warga transmigran UPT Longge, Desa Raba, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Mabar.

Surat tersebut dikeluarkan pada tanggal 08 Maret 2022 dengan nomor surat; TKT.560/71/PHITRANS/III/2021.

Berdasarkan isi surat itu, pihak DisnakerTranskop-UKM sengaja mencabut status warga karena hampir dua tahun belakangan warga transmigran itu tidak menempati lokasi transmigrasi.

Terhadap surat itu, warga geram, dan menyampaikan beberapa keberatan. Karena bagi warga transmigrasi itu, mereka meninggalkan lokasi karena kebutuhan dasar dalam hidup, seperti air minum sama sekali tidak tersedia di lokasi tersebut.

Selain itu, warga sangat kesal dengan kebijakan Pemda Mabar, seolah-olah tanah yang didiami warga tersebut adalah sah lokasi transmigrasi.

Padahal berdasarkan keterangan warga transmigran, lokasi itu adalah tanah hak milik kelompok masyarakat Lenga Kolang, Kecamatan Kuwus. Tanah itu diperoleh berdasarkan kapu manuk lele tuak pada tahun 2002 ke Ulayat Longge dengan uang sebesar 5 juta, satu ekor babi, kambing, ayam dan rokok sesuai aturan adat.

Pada tahun 2015 pihak Pemda Mabar tiba-tiba bangun rumah transmigrasi di lokasi warga Kolang Lenga itu. Sehingga pada saat itu terjadi keributan antara pemilik tanah dengan pihak transmigrasi.

Namun, persoalan pada waktu itu dicari jalan tengah, yakni program tidak dibatalkan, tapi dilanjutkan dengan catatan bahwa pemilik tanah dalam hal ini warga Kolang Lenga berhak mendapatkan bagian dari rumah transmigrasi itu. Atas dasar itulah yang melatari warga mendapatkan rumah dari program itu. (Tedy N.) ***