Warga Wae Sano: Sembilan Poin Kesepakatan yang Disampaikan Bupati Mabar, Itu Hasil Rekayasa

Minggu, 13 Februari 2022 12:41 WIB

Penulis:redaksi

rapat d.jpg
Ibu-ibu di Wae Sano ikut serta dalam diskusi warga kampung mengenai sembilan poin yang disampaikan Bupati Mabar, 11 Februari 2022 (Ted N)

WAE SANO (Floresku.com) - Warga masyarakat Wae Sano yang berada di titik eksplorasi geothermal membantah adanya sembilan poin kesepakatan yang disampaikan oleh Bupati Manggarai Barat (Mabar), Edistasius Endi.

Warga Wae Sano  menilai bahwa sembilan poin tersebut hasil rekayasa pemerintah dengan pihak perusahaan. Pasalnya, kegiatan lonto leok yang dilaksanakan tidak seperti lonto leok yang sebenarnya.

Salah satu warga Wae Sano, Fransiskus Napang menyampaikan bahwa sembilan poin yang disampaikan oleh Bupati Mabar seharusnya berdasarkan hasil kesepakatan bersama dalam lonto leok, rapat adat yang dipimpin tu'a golo.

“Mengenai hasil sembilan poin yang disampaikan oleh bapak Bupati yang sebenarnya harus diadakan lonto leok, musyawarah adat untuk mencapai mufakat, sehingga menghasilkan sembilan poin itu. Namun, dalam pelaksanaannya, sembilan poin itu bukan hasil dari lonto leok, tapi hasil dari komite bersama yang berpusat di Paroki Nunang waktu itu. Kemudian, hasil sembilan poin itu tidak disosialisasikan kepada masyarakat Lempe, Nunang dan Dasak”, kata Frans Napang.

Karena hal itu, Frans Napang menampik sembilan poin itu, karena baginya sembilan poin itu bukan hasil musyawarah dengan masyarakat yang terkena dampak.

“Sehingga apa yang mereka hasilkan itu bukan hasil musyawarah dengan masyarakat yang terkena dampak. Itu hasil dari rekayasa mereka. Itu makanya dalam penolakan kami, sembilan point itu kami tidak terima, karena itu tidak melalui musyawarah dengan masyarakat. Itu tidak  berdasarkan fakta di lapangan”, tegas Frans Napang.

Ia juga menjelaskan bahwa lonto leok dalam budaya Manggarai yang sesungguhnya yaitu tua golo sebagai pemandu sebuah pertemuan. Kemudian tua golo menyampaikan di depan warga berkaitan dengan maksud dan tujuan kedatangan pemerintah dan pihak perusahaan itu.

Lonto leok sebenarnya yang bicara itu tua golo yang memandu dan menyampaikan apa maksud kedatangan mereka di Lempe ini. Ini tidak, mereka datang hanya membacakan dokumen yang mereka hasilkan. Itu bukan lonto leok lagi menurut adat Manggarai”, jelasnya.

Adapun sembilan poin yang menurut Bupati Mabar  dirumuskan oleh masyarakat sendiri adalah sebagai berikut:

Pertama, penyediaan lahan pertanian berkelanjutan (pembebasan hutan produksi, pembersihan lahan, pembibitan, rumah) disiapkan atau diurus oleh pemerintah dan pengelola pembangunan.

Kedua, penggantian atap rumah menggunakan seng aluminum untuk warga Desa Wae Sano.

Ketiga, proyek tidak akan melakukan relokasi masyarakat secara permanen dan tidak akan memindahkan situs di perkampungan Nunang, Lempe dan Dasak.

Empat, ganti untung tanah milik warga yang terdampak pembangunan panas bumi dengan harga wajar.

Kelima, evakuasi/ relokasi sesewaktu di kebun baru yang telah disediakan bila terjadi kejadian luar biasa.

Keenam, penyerapan tenaga kerja lokal mulai tahap eksplorasi hingga pasca eksplorasi.

Ketujuh, memfasilitasi beasiswa bagi anak-anak yang berprestasi dengan proses rekrutmen terukur, transparan dan akuntabel.

Kedelapan, penyediaan fasilitas umum.

Kesembilan, memfasilitasi terbentuknya lembaga mekanisme pengaduan keluhan masyarakat. (Tedy N. ) ***