Senator NTT
Senin, 15 Agustus 2022 11:28 WIB
Penulis:MAR
Editor:MAR
π»πππππ πΊπππ’ π·πππ’
Trilogi Marilonga antara Perse Ende vs PSN Ngada akan segera tersaji. Beberapa jam lagi, kick-off partai Final Soeratin Cup 2022 akan dibunyikan wasit. Para penggemar bola yang tak sempat menonton langsung di Stadion Marilonga Ende, bisa menontonnya via Live Streaming YouTube Milenial Spirit atau Putune Mbah Yem, pada pukul 19.00 WITA.
Di acara pembukaan turnamen Soeratin Cup tahun 2022, anak-anak Ende Lio menampilkan Gawi. Anak-anak Ngada masuk lapangan dengan barisan Ja'i. Dua tarian yang sama-sama membawa spirit persatuan dan kebersamaan. Dua tarian perayaan pesta yang beken di kalangan warga Flobamorata. Di acara puncak nanti, hanya ada satu tarian penutup pesta bola. Gawi ataukah Ja'i?
ππ’π¬ππ‘ πππππ’ ππ’ πππ«π¬πππ π π₯π¨πππ¦π¨π«πππ
Perse Ende versus PSN Ngada, di Stadion Marilonga Ende, adalah kisah bola yang abadi. Sepakbola dunia boleh punya tim-tim raksasa yang digilai oleh jutaan umat manusia. Liga Indonesia, mungkin saja, tak terlalu menganggap serius sepakbola NTT yang sejak dahulu tak membuat terobosan-terobosan berarti di pentas nasional. Tapi, pertemuan antara Perse Ende dan PSN Ngada di Marilonga, bagi penggemar kedua tim, adalah sejarah.
Sejarah itu, mula-mula tercipta pada Final El Tari Memorial Cup (ETMC) tahun 1999. Marilonga, ketika itu, menjadi saksi anak-anak Ende Lio untuk pertama kalinya mengangkat trofi ETMC. Pertama kali pula dalam sejarah, Perse Ende yang sebelumnya tak pernah dianggap sebagai rival berat itu, mengalahkan PSN Ngada.
Yoseph Bebho, jendral lapangan tengah asal Ngada yang menjadi andalan Perse Ende, membuat namanya selalu dikenang berkat sebiji golnya dalam kemenangan 3-2 di partai final yang sangat seru itu. Juara dan pecah telur kemenangan atas PSN Ngada, menjadikan Perse Ende pun masuk dalam jajaran tim elit NTT.
Ketika masuk sekolah menengah di Mataloko, saya bertemu dengan banyak kawan asal Ende Lio. Kisah kemenangan tahun 1999 pun menjadi sangat otoritatif ketika mereka mulai membicarakan sepakbola Ende. Kami hanya bisa terdiam saat mereka bercerita soal tangguhnya klub-klub bola asal Ende seperti Indonesia Muda, Persando, Muthmainah, Napora, hingga Satria B. Pun akhirnya kami mengenal nama-nama seperti Yoseph Bebho, Lody Mitan, Vevi Kumanireng, hingga Alit Santika.
Maklum, ketika itu di Ngada belum ada klub-klub bola seperti saat ini. Kami hanya mengenal kompetisi Haornas antar kecamatan di tingkat kabupaten, turnamen antar desa tingkat kecamatan menjelang peringatan 17 Agustus, atau turnamen antar sekolah menuju momen 2 Mei.
Seorang teman asal Bajawa, Moris Rudju, hingga kini masih ingat cerita balasan saya, imajinasi masa beranjak remaja, yang tak mau kalah. Wora dibalas ngama! Kira-kira begitulah. Saya tahu, anak-anak Ende dan anak-anak dari luar Ngada yang bersekolah di Seminari Mataloko, rata-rata mengidolakan pemain-pemain Golewa. Evo Sabu, Hans Ruba, Engel Suri, Rokus Gomu, hingga ke para seniornya seperti Lipus Tadi, Sius Loke, Nadus Subha, dan kawan-kawan, adalah nama-nama besar bola NTT yang biasa dilihat di Lapangan Seminari.
Maka mulailah saya membuat cerita. Bahwasanya, Jhoni Dopo, legenda hidup PSN Ngada itu dulunya adalah pemain Arema Malang. Karena lebih fokus pada pendidikan, karir bolanya akhirnya dihentikan. Ketika pulang kampung, dia mengajak serta para rekannya untuk turut memperkuat Bajawa. Itulah kenapa Golewa kalah di final saat melawan Bajawa.
Sepakan corner melengkung a.k.a tendangan pisang dari Kurniawan Dwi Yulianto di menit akhir, mengakhiri dominasi Golewa. Padahal, faktanya yang terjadi, Reni Pati-lah yang mencetak gol penentu kemenangan tersebut. Dan sama sekali tak ada pemain timnas Indonesia yang ke Bajawa. Sementara ide gol langsung dari sepak pojok, sebenarnya itu merujuk pada gol menit-menit akhir dari Jhoni Dopo saat partai final tahun 1999 melawan Perse Ende di Marilonga.
Setelah beberapa lama kami bersekolah di Lembah Sasa, hoax itu akhirnya disadari oleh beberapa teman, yang kemudian menjadikannya sebagai bahan bully pada saya. Kocak memang! Tapi itulah yang terjadi. Para pemain dan seluruh anggota tim yang berlaga, wartawan yang meliput, para penggemar bola NTT, dan para pengurus Askab ataupun Asprov, mungkin tak menyadarinya. Bahwa kisah dari Marilonga itu bisa membawa pada imajinasi yang bukan-bukan. Pada kepercayaan diri untuk wora dan ngama di kalangan para penggemar bola yang mempertahankan eksistensi tim kebanggaan masing-masing.
Sayangnya, setelah kisah 1999 di kandang itu, kiprah Perse Ende seolah kembali ke menu pabrikan sebelumnya. Kembali menjadi tim yang biasa-biasa saja. Hingga sampailah ke ETMC tahun 2017 dan Marilonga kembali menjadi venue perhelatan salah satu turnamen tertua di Indonesia ini. Kenangan 1999 pun ramai dibicarakan, bahkan sebelum pertandingan-pertandingan di penyisihan grup dimulai.
PSN Ngada datang dengan predikat sebagai pengoleksi 7 gelar ETMC, 5 trofi Piala Gubernur secara berturut-turut, dan status sebagai Finalis Liga Nusantara (Liga 3 Indonesia) tahun 2016. Perse Ende, yang sepanjang turnamen tampil atraktif di bawah komando trio Charles Bhuru, Adi Aba, dan Alfian, memberikan optimisme tinggi pada publik Ende Lio untuk berdengung 'Jaga Waka Nua'.
Sebagaimana tahun 1999, Perse Ende vs PSN Ngada pun kembali bertemu dalam partai final ETMC 2017, di tempat yang sama. Dan sejarah pun kembali tercipta. Lemahnya kemampuan manajerial panitia pelaksana (Panpel) dan Asosiasi Provinsi (Asprov) menciptakan sebuah noda sejarah bola NTT.
Penonton membludak over-capacity hingga ke pinggir lapangan, hingga kericuhan tak terhindarkan ketika gesekan antar pemain dalam lapangan terjadi. Pertandingan terhenti setelah tim PSN Ngada yang merasa tak safety kembali ke ruang ganti.
Perse Ende merebut trofi ETMC kedua-nya dalam laga yang kurang-lebih hanya berlangsung selama 60 menit. Hingga kini, noda itu tak pernah berusaha 'dibersihkan' oleh Panpel dan para pengurus Asprov ketika itu. Sebuah sejarah tak elok telah tertoreh di permadani hijau Marilonga. Sebuah kisah bola, yang tampaknya akan abadi di memori kolektif para penggemar bola di persada Flobamorata.
πβππ’π¬ππ¨π’π«π π¬π ππΜπ©πΜππ
Di gelaran Soeartin Cup tahun 2022 sejauh ini, Perse Ende menjadi satu-satunya tim yang belum pernah tersentuh kekalahan. Efektivitas ditunjukkan tim pujaan para Red Boys 58 dan publik Ende Lio ini. Tak terburu-buru berusaha menjebol gawang lawan, tapi tetap atraktif dengan permainan dari kaki ke kaki. Persis seperti lingkaran Gawi, anggun mengurung dalam kekompakan yang begitu padu sebagai sebuah tim.
Sempat ditahan Nirwana 04 Nagekeo dengan skor 1-1 di partai perdana babak penyisihan, anak-anak Laskar Triwarna ini kemudian lolos sebagai juara grup setelah mengalahkan Persamba Manggarai Barat dengan skor 2-1 dan Persewa Waingapu dengan skor 1-0. Tampak sangat efektif, bermodal 'hanya' mencetak 4 gol dan kebobolan 2 gol, kemudian menjadi juara grup.
Efektivitas itu kembali ditunjukkan di babak knock-out. Di babak 8 besar, Perse Ende mampu meredam permainan cantik ala tiki-taka anak-anak Perss Soe dengan skor 1-1. Gol telat Perse yang menyamakan kedudukan ketika waktu pertandingan tersisa 3 menit, menunjukkan mental baja pantang menyerah anak-anak muda ber-jersey merah ini. Perse Ende melenggang ke semifinal setelah melewati drama adu pinalti yang begitu mendebarkan hati ribuan suporternya yang memenuhi Marilonga.
Di semifinal, PSKK Kota Kupang yang belum pernah tersentuh kekalahan ataupun hasil seri itu, kembali dijungkalkan Perse Ende via drama adu pinalti, setelah skor kacamata tak berubah hingga babak extra-time usai. Edo Longga dkk tak ingin mengulang kisah Soeratin Cup 2019, gagal ke partai puncak setelah di babak semifinal dikandaskan Persap Alor lewat adu pinalti.
Sementara itu, PSN Ngada yang terlecut oleh kekalahan 0-3 dari Persena Nagekeo di partai perdana, akhirnya juga lolos sebagai juara grup setelah mengalahkan Persada Sumba Barat Daya 3-0, Platina Kupang 3-0, dan Persebata Lembata 4-1. Bersama Persap Alor, PSN Ngada menjadi tim yang paling produktif di fase grup, dengan torehan 10 gol dan kebobolan 4 gol.
Fighting-spirit yang diwariskan dari generasi ke generasi kembali muncul. Satu-dua sentuhan mendominasi lini tengah dituntaskan dengan gaya kick n' rush ke jantung pertahanan lawan. Anak-anak muda itu tampil sebagaimana biasanya publik mengenal PSN Ngada.
Di babak 8 besar, Persap Alor yang merupakan juara bertahan Soeratin Cup tahun 2019, dipulangkan Kevin Bay dkk dengan skor mencolok 3-0. Di babak semifinal, finalis Soeratin Cup tahun 2019, Perseftim Flotim, yang belum pernah tersentuh kekalahan ataupun hasil seri itu, akhirnya dicukur 2 gol tanpa balas.
Adalah Kenny Arkana, seorang rapper, mengutip pepatah Prancis untuk menjadi judul lagunya: lβhistoire se rΓ©pΓ¨te. Sejarah mengulang dirinya sendiri. Lagu itu sebenarnya adalah seruan parau seorang anak manusia yang mendambakan dunia tanpa pertikaian.
Di Marilonga tahun 2022, tak ada situasi sebagaimana zaman Kenny Arkana menggubah lagunya. Tapi di tribun timur Marilonga, juga ada seorang rapper yang mempunyai spirit yang sama dengan Kenny. Dia adalah Phatrick Nay Neta, salah seorang pioner Hip-Hop Flores dari Ngada yang dalam beberapa tahun terakhir, bersama rekan-rekannya, menjadi pemimpin para Ngada Mania. Yang setia mendampingi PSN Ngada, baik saat berlaga maupun saat menghadapi berbagai kezoliman yang dialami tim Oranje.
Dalam dua hari terakhir ini, Phatrick tak henti-hentinya menyerukan pada para Ngada Mania untuk mencipatakan iklim bola yang kondusif, saling respek dengan para suporter rival, dan menjauhi tindakan-tindakan yang provokatif; agar bermuara pada spirit kebersamaan dan persaudaraan dalam kerangka pesta bola Flobamorata.
ππ’ππ©ππ€ππ‘ π²ππ§π ππ€ππ§ πππ§ππ§π ?
Pertanyaan yang susah dijawab. Pemenangnya hanya akan diketahui malam nanti. Tapi, saya kira, pertanyaan yang lebih penting untuk diajukan adalah, apakah yang disebut kemenangan itu?
Saya pernah beberapa kali mewawancarai Pelatih PSN Ngada, Coach Kletus M. Gabhe, yang dalam dua hari terakhir namanya ramai diperbincangkan karena mendapat Kartu Merah 'debatable' dari wasit di laga semifinal melawan Perseftim Flotim. Baik untuk dimuat di rubrik Coretan Belakang Gawang media HorizonDipantara[dot]com, maupun untuk tayangan di chanel YouTube Lotumapi. Orang ini adalah ensiklopedi taktik dengan aneka referensi, kaya filosofi, dan penuh dengan visi besar; bukan hanya pada sepakbola secara khusus, tapi olahraga secara umum.
"Tingkat kemajuan suatu daerah bisa dinilai dari banyak parameter. Tapi dari indikator keolahragaan, kita juga bisa mengukur seberapa maju suatu daerah," demikian kata mantan punggawa PSN Ngada, yang memiliki gelar magister di bidang manajemen olahraga itu.
Untuk menuju ke sana, Coach Kletus mengajukan suatu argumentasi yang kokoh: pembangunan manusia, dengan olahraga sebagai instrumennya. Olahraga bisa mencipatakan multiplier-effect yang amat luas.
Sehingga, menurutnya, pilar pembangunan olahraga itu bukan hanya sekadar olahraga prestasi. Yang hanya berfokus pada menang, kalah, juara, atau perolehan medali. Ada dua pilar lain yang justru amat penting sebagai penyangga olahraga prestasi. Yakni, olahraga rekreasi atau olahraga masyarakat yang bersifat pemasalan dan olahraga pendidikan sebagai wadah pembibitan.
Merujuk pada pendapat Coach Kletus di atas, pertemuan Perse Ende vs PSN Ngada di Marilonga malam nanti, tentu berbeda dengan dua final sebelumnya. Ini kompetisi kelompok umur. Anak-anak usia belasan tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah ini, adalah bibit-bibit muda sepakbola NTT ke depan. Tak sepantasnya gengsi, fanatisme, dan sejarah pertemuan kedua tim yang bertumpu pada kerangka olahraga prestasi, 'mengintervensi' progres pertumbuhan olahraga pendidikan yang sedang dijalani.
Kemenangan adalah ketika suatu saat nanti, ragam imajinasi liar tentang sepakbola yang tampil lewat wora dan ngama, bisa menjadi kenyataan. Mewujud dalam olahraga prestasi tim-tim dari NTT yang menembus kasta tertinggi di kancah sepakbola nasional ataupun tim-tim dan pemain-pemain bintang Indonesia berlaga di NTT.
Kemenangan adalah ketika tak hanya ada satu tarian di akhir laga. Gawi dan Ja'i sama-sama mentas, bakal jadi sebuah kisah abadi yang sangat ikonik. But, it's too good to be true, right? Lalu lamat-lamat suara parau Kenny Arkana terngiang, lβhistoire se rΓ©pΓ¨te. Para penggemar bola pun kemudian hanya bisa menanti, adakah sesuatu yang baru dari Trilogi Marilonga?