Dorong Transformasi Digital SDM Perhotelan, Kemenpar Gandeng AI Demi Layanan Berstandar Internasional

Jumat, 01 Agustus 2025 21:16 WIB

Penulis:redaksi

PELATIHAN AI.jpg
Sebagian dari peserta Hospiitality Forum 2025 (Istimewa)

DI  TENGAH  ambisi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi unggulan pariwisata global, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengambil langkah strategis dan transformatif: memanfaatkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di sektor perhotelan.

Langkah ini diwujudkan melalui kolaborasi bersama Asosiasi Manajer SDM Hotel Indonesia (AMSIH), platform pembelajaran berbasis AI ELSA Speak, dan lembaga pengembangan SDM Paradigm. 

Sinergi lintas sektor ini dipertemukan dalam ajang Hospitality Forum 2025, yang dihadiri oleh lebih dari 50 pemimpin HR dari jaringan hotel ternama seperti Accor, Hyatt, Hilton, hingga Vasa dan Kempinski.

Tantangan Kompetensi di Tengah Ambisi Besar

Indonesia menargetkan memiliki 25,75 juta tenaga kerja di sektor pariwisata pada 2025. Namun, di balik angka ambisius ini, terdapat tantangan besar: kualitas layanan yang belum seragam, khususnya dalam kemampuan komunikasi berstandar internasional.

Sebuah survei yang dilakukan dalam forum tersebut mengungkap kenyataan mencemaskan—sebesar 94,4% hotel belum pernah menyelenggarakan pelatihan hyper-personalized berbasis AI untuk karyawannya. 

Bahkan, 44,4% responden mengakui bahwa kemampuan bahasa Inggris yang tidak merata di antara staf menjadi kendala utama dalam memberikan layanan unggulan.

Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kemenpar, Kusuma Permana Sari, menegaskan bahwa kualitas layanan adalah kunci.

 “Indonesia membutuhkan pengalaman layanan yang otentik dan berstandar internasional, yang hanya dapat dicapai dengan peningkatan kompetensi komunikasi yang merata,” ujarnya dalam diskusi panel.

AI Sebagai Solusi Efisien

Menjawab tantangan ini, teknologi AI muncul sebagai solusi konkret. ELSA Speak, yang dikenal sebagai platform pembelajaran bahasa Inggris berbasis AI, memperkenalkan pendekatan pelatihan yang lebih personal, cepat, dan hemat biaya.

“AI bisa memangkas waktu pelatihan, memotong anggaran, dan meningkatkan motivasi belajar karyawan,” jelas Yasser Muhammad Syaiful, Managing Director ELSA Speak Indonesia.

Di beberapa hotel ternama, seperti Apurva Kempinski Bali dan Vasa Hotel Surabaya, penerapan ELSA menunjukkan hasil menggembirakan. 

Dalam waktu tiga bulan, terjadi peningkatan 19% pada skor kecakapan bahasa Inggris (English Proficiency Score/EPS) para staf. Tingkat keterlibatan peserta juga tinggi—92% berpartisipasi aktif dalam sesi belajar harian yang hanya memakan waktu 10–13 menit.

Dengan fitur pelatihan berbasis pengenalan suara, koreksi otomatis, dan penyesuaian materi sesuai kelemahan masing-masing pengguna, AI memungkinkan proses belajar menjadi lebih interaktif dan efektif tanpa membebani operasional hotel.

Ketimpangan Hotel Lokal dan Internasional

Namun, implementasi solusi seperti ini masih menghadapi kendala struktural, khususnya di hotel-hotel lokal. Forum turut menyoroti ketimpangan dalam alokasi anggaran pelatihan SDM.

Menurut data Deloitte dan PHRI, hotel jaringan internasional seperti Marriott dan Hilton mengalokasikan dana pelatihan sebesar 2,8–3% dari total gaji karyawan. Sebaliknya, hotel lokal di Indonesia hanya menganggarkan 0,5–1%, jauh di bawah standar global.

Padahal, sebagaimana ditegaskan Peggy Putri, Co-founder Paradigm, membangun tim kelas dunia bukan hanya soal skala bisnis, tetapi soal komitmen. 

“Pertumbuhan talenta tidak akan tercapai bila organisasi tidak memiliki kemauan untuk tumbuh bersama timnya,” tegas Peggy.

Ia menyarankan pendekatan blended learning—menggabungkan pelatihan tatap muka, microlearning, simulasi, dan teknologi AI—sebagai strategi berkelanjutan. Dengan pendekatan ini, perusahaan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga menciptakan ekosistem pembelajaran adaptif yang mampu menjawab perubahan industri secara cepat.

Teknologi, Tapi Tetap Humanis

Di tengah derasnya arus digitalisasi, penting untuk mengingat bahwa teknologi hanyalah alat. Kesuksesan transformasi SDM tidak bisa bertumpu pada aplikasi dan algoritma semata, tetapi juga pada budaya kerja dan kepemimpinan yang humanis.

“Kami melihat AI bukan untuk menggantikan pelatih atau manajer HR, tapi justru mendukung peran mereka agar bisa lebih fokus pada hal strategis—seperti membangun etika kerja, loyalitas, dan empati,” kata Yasser.

Teknologi memungkinkan efisiensi, tapi relasi manusia tetap jadi jantung dari layanan perhotelan. Dalam konteks ini, transformasi digital bukanlah tujuan akhir, melainkan kendaraan menuju ekosistem kerja yang lebih produktif, inklusif, dan berkelanjutan.

SDM sebagai Ujung Tombak Pariwisata Nasional

Transformasi digital di sektor perhotelan bukan hanya agenda Kemenpar, tetapi menjadi elemen penting dari pembangunan nasional. 

Pariwisata Indonesia ditopang oleh wajah-wajah yang menyambut tamu, pelayan yang menyajikan makanan dengan senyum, atau resepsionis yang menjawab pertanyaan dengan ramah dan fasih.

Dalam lanskap global yang semakin kompetitif, SDM perhotelan Indonesia harus mampu bersaing bukan hanya secara harga, tetapi juga kualitas layanan. 

Pelanggan internasional tidak sekadar mencari tempat tidur, tetapi pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam.

Kemenpar memahami hal ini. Itulah sebabnya pendekatan transformatif berbasis AI ini didorong bukan hanya dari pusat, tetapi juga melibatkan pelaku industri secara langsung. Kolaborasi multipihak—dari pemerintah, pelaku bisnis, penyedia teknologi, hingga lembaga pelatihan—diharapkan menjadi motor utama untuk perubahan yang sistemik dan berdampak luas.

Menuju Lompatan Kualitas

Langkah-langkah seperti yang dilakukan dalam Hospitality Forum 2025 menunjukkan bahwa Indonesia tidak ingin sekadar menjadi pasar wisata, tetapi pemain utama dalam industri hospitality global. 

Dengan strategi yang tepat, terutama dalam peningkatan kualitas SDM, bukan tidak mungkin hotel-hotel Indonesia menjadi acuan dunia dalam standar layanan.

Transformasi digital di sektor perhotelan bukan sekadar adaptasi tren, tapi sebuah keniscayaan. Dan di balik kecanggihan AI, terselip sebuah harapan besar: agar setiap tamu yang datang, merasa disambut bukan oleh mesin, tetapi oleh manusia yang terlatih, hangat, dan profesional—cerminan sejati dari keunggulan pariwisata Indonesia. (*)

Sumber: Hospitality Forum 2025.