DP Diduga Picu Konflik di Antara Masyarakat Adat

Jumat, 15 Oktober 2021 13:42 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

Hendrikus Jempo.jfif
Hendrikus Jempo (Paul R)

LABUAN BAJO - Dalam pemberitaan media online Floresku.com tanggal 14 Oktober 2021 kemarin, Josef Serong, perwakilan masyarakat adat Mbehal, mengatakan bahwa pelabuhan Wae Kelambu dan Lingko Nerot milik Mbehal.

"Pernyataan ini ngawur dan mengacaukan tatanan adat Manggarai, yang masih dirawat dan dijaga masyarakat Kecamatan Boleng," ujar Hendrik Jempo, tua Gendang Terlaing.

Dikatakannya Kampung adat Mbehal itu berada jauh di balik gunung dan antara kampung adat Mbehal dengan Lingko Nerot dilalui kampung adat Wangkung, Rai, Tebedo dan Terlaing.

Baca juga: Masyarakat Wajib Tahu, Ternyata Begini Peran Kejaksaan dalam Pembangunan

"Setiap kampung adat ada gendang dan Lingkonya. Tidak masuk akal, Mbehal yang berada jauh dibalik gunung, sesukanya mengklaim tanah ulayat kampung lain," tambah Jempo.

Disampaikannya juga bahwa Bonaventura Abunawan adalah otak dalam pembuatan peta rekayasa Wau Pitu Gendang Pitu Tanah Boleng. Akibatnya ia diperiksa Polda NTT dan hingga saat ini ia masih status tersangka.

"Saudara Bonavantura Abunawan, orang Mbehal, ketika posisi Camat Boleng, ia berupaya mencaplok tanah ulayat lain dengan membuat peta rekayasa "Wau Pitu Gendang Pitu Tanah Boleng" yang memasukan sebagian tanah Adat Rareng, Rai, Terlaing dan Lancang, milik ulayat Mbehal. Tindakannya ini menyebabkan ia dijebloskan di penjarakan di Polda NTT. Kasusnya sebagai tersangka belum dicabut," kata dia.

"Aksi saudara Bona ini terus bergerak liar. Saudara Doni Parera yang masuk dalam gerakan ini, sering memberi komentar di media sosial bernada provokasi dan menghasut. Saya (men)duga orang ini bukan orang Manggarai, orang ini berbahaya, ia tidak mengerti adat Manggarai,"tegas Jempo.

Baca juga: SENDAL SERIBU, 15 Oktober 2021: Berharga di Mata Allah

Hendrik jempo mengatakan bahwa komentar Doni Parera di media sosial tidak didasari data dan dokumen.

“Saudara Parera ini sering komentar di medsos tanpa didasari data atau dokumen dan cenderung komentar membabi-buta. Ketika ada media online yang mewartakan suara masyarakat Terlaing atas pencaplokan Tanah adat lewat peta rekayasa saudara Abunawan, saudara Parera menuding media online ini abal-abal dan pendukung mafia Tanah. Komentar orang ini ngawur, penghasut dan lagi-lagi berbahaya. Kami minta  pihak keamanan pantau gerak-gerik orang ini,” elas Hendrik Jempo.

Selanjutnya, beberapa waktu lalu,  tua Golo Mbehal menarik suratnya ke BPN dan ke Bupati. Dalam suratnya ke BPN dan Bupati tua Golo Mbehal mengklaim Lingko Menjerite dan Nerot adalah milik Mbehal.

Baca juga: Saat Presiden Resmikan Pelabuhan Waekelambu, Masyarakat Adat Mbehal Merintih Karena Telah Ditipu Mafia Tanah

"Surat ini membuat tokoh Lancang, yang memiliki Tanah ulayat Menjerite, marah dan minta polisi periksa tua Golo Mbehal. Diduga pihak ulayat Mbehal menggunakan peta rekayasa "Wau Pitu Gendang Pitu Tanah Boleng". Pihak Mbehal tampak ketakutan dan segera menarik surat itu", kata Jempo.

Tak hanya itu,  fakta yang lain bahwa Bona abunawan telah mencabut gugatannya di perkara Sutet PLN di Pengadilan Labuan Bajo.

"Lagi-lagi diduga ia ketakutan jika menggunakan lagi peta palsu itu sebagai barang bukti", tambah Jempo lagi. 9Paul R.)