Mencintai
Rabu, 18 September 2024 21:26 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
Oleh: Pater Gregor Nule SVD
SERING orang mengungkapkan perasaan hatinya yang terdalam dengan air mata. Entah perasaan sedih atau duka cita, bahagia atau suka cita serta sesal dan tobat.
Seorang pelari yang telah berjuang keras dan berhasil menjuarai suatu Maraton 10 K ungkapkan kegembiraan dan kesuksesannya dengan air mata.
Ketika berhadapan dengan penderitaan seseorang, kemiskinan anak-anak yatim piatu dan terlantar atau kematian seseorang air mata terkadang menjadi ekspresi yang tepat.
Perikop Injil Luk 7:36-50 menampilkan pengalaman seorang wanita tanpa nama yang terkenal sebagai seorang pendosa.
Ia selalu dilihat dengan sebelah mata. Ia dibenci dan dijauhi banyak orang, mungkin termasuk mereka yang pernah ia layani di ranjang.
Tetapi, ketika Yesus diundang makan di rumah Simon, seorang Farisi, wanita itu manfaatkan kesempatan itu dan beranikan diri masuk ke dalam rumah Simon.
Tujuannya satu yakni berjumpa dengan Yesus tanpa memperdulikan reaksi tuan rumah dan tamu-tamu lain. Ia yakin bahwa Yesus tidak mungkin menolak atau mengabaikannya.
Wanita itu ingin berubah. Ia tidak mau lagi menjadi wanita yang bekerja di tempat remang-remang atau persembunyian dan menjadi kupu-kupu malam.
Karena itu, ia mendekati Yesus dan duduk di kaki-Nya. Membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, serta meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangin yang mahal.
Yesus membiarkan wanita itu melakukan apa saja terhadap diri-Nya. Wanita yang sebenarnya menjadi sampah masyarakat itu kini menjadi pelakon utama dan pusat perhatian semua orang, khususnya tuan rumah, Simon, orang Farisi.
Sikap Yesus itu pertama-tama memberi kesempatan kepada wanita itu untuk menyatakan sesal dan pengakuan dosanya bukan dengan kata-kata, melainkan dengan air mata.
Semua perbuatannya menunjukkan kerendahan hati yang menjadi syarat utama sesal dan tobat sejati. Ia menjadi hamba yang menerima Yesus, Tamu istimewa dan Tuhan, di rumah Simon.
Ia membasuh kaki Yesus bukan dengan air biasa melainkan air mata. Ia meminyaki kaki Yesus, dan bukan kepala-Nya.
Wanita itu sangat merendahkan dirinya, tetapi pada saat yang sama, Yesus mengangkat dan memulihkan martabatnya dengan pengampunan. Wanita menjadi manusia baru dan pribadi yang berharga di mata Allah.
Sebagai pengikut Yesus kita mesti sadar bahwa kita pun tidak bebas dari dosa dan salah. Maka kita tidak pernah boleh berpikir negatif dan menyepelekan orang lain. Sebab kita tidak lebih suci daripada orang lain.
Kita juga mesti dengan rendah hati menyesal dan mengaku dosa sehingga kita pun bisa mendapatkan pengampunan dari Allah. Dengan demikian, martabat kita sebagai anak Allah dapat terpulihkan kembali. Semoga!
Kewapante, 19 September 2024. ***