SOROTAN: 'Deo Do, Jala Ikan dan Ende Baru Itu'

Sabtu, 11 Januari 2025 10:58 WIB

Penulis:redaksi

DEOOD.jpg
Deo Do: Yoseph Benediktus Badeoda dan Dominikus Minggu Mere, Bupati dan Wakil Bupate Ende peridoe 2024-2029. (Istimewa)

Oleh Pater Kons Beo SVD

“Sebuah janji adalah awan, pemenuhannya adalah hujan” (sang bijak)

Kontemplasi ‘Bita Beach’

Tak apalah sekiranya kita agaknya berhalusi. Deo Do, pilihan mayoritas rakyat Ende itu, kini lagi di area Bita Beach. Iya, itu di sekitar kawasan ujung timur Bandara Hasan Aroebusman, Ende.

Pandangannya ke laut lepas tak terhindar. Ke bagian timur ada kawasan Pantai Nanganesa. Sesekali Deo Do menatap ke arah Dermaga Ipi, terus menembus ke Kampung Arubara sana. Deo Do lagi kumpulkan kembali benang-benang program. Siap untuk segera ditenun. Jadi lembaran cita-cita nyata demi Ende Pawe – Lio Sare.

Eforia kemenangan itu telah berakhir. Simpatisan, tim sukses, warga pemilih telah bertarung memenangkan Deo Do. 

Dinamika ‘memenangkan’ dan ‘rasa menang’ terlewati. Show of victory bernada ‘we are the champion, my friends’ dalam pawai keliling kota pun telah berlalu. Dan selanjutnya?

Sudah ada bayangan, bahwa pas setelah dilantik nanti, segera senyaplah paket ‘Deo Do.’ Yang tampak itu adalah Bupati dan Wakil Bupati Ende, dalam diri Yosef Benediktus Badeoda dan Dominikus Minggu Mere. 

Keduanya segera jadi tumpuan harapan seluruh warga-masyarakat Ende. Tanpa sekat, tiada perintang. Menyeluruh dan segalanya.

Pak Tote dan Pak Domi Sudah Ditetapkan…

Kini, setelah KPUD – Ende laksanakan Rapat Pleno Terbuka Penetapan Calon Bupati dan Wakil Bupati Ende (Kamis, 9/1/2025, di Hotel Flores Mandiri), keduanya menanti hari H pelantikannya.

Bayangkan saja bahwa hari-hari penantian ini adalah momentum sejuk meditatif-kontemplatif bagi Tote dan Domi. Semuanya, iya itu tadi, Ende seperti apa nantinya dalam duet kepimpinan mereka.

Tentu, janji-janji kampanye mesti ditatap serius bagai sebuah ‘film dokumenter mini paket Deo Do’ yang beralur taburan penuh harapan. Ende tentu berharap sekiranya Tim Sukses Deo Do, segera sigap ‘menangkap kembali’ segala janji kampanye. 

Semua janji itu telah dilayangkan selama hari-hari jumpa massa. Maksudnya sederhana. Agar janji-janji yang telah dilayangkan itu tak terbang melayang-layang dan ‘akhirnya jatuh di hutan.’

Ende yakin, misalnya, seperti yakinnya Pak Tote saat melamar Pak Domi sebagai pasangan, bahwa Pak Domi bukan ‘orang berwajah baru di jalur birokrasi Pemda Ende.’ 

Ada harapan tebal bahwa Birokrasi Ende dalam personil ASN-nya segera dioptimalisasi. Dalam bahasa kenabian Yohanes padang gurun bahwa semua yang ‘lekuk-lekuk akan diratakan, yang berlembah bakal ditimbun, yang bergunung-berbukit akan dibikin rata, yang penuh liku-likunya bakal harus diluruskan’ (Lukas 3:5).

Ende tak ragu

Tentu, Ende tak ragu bahwa Pak Tote dan Pak Domi bakal jeli untuk bagaimana caranya menahkodai Ende demi Visi Ende Baru itu dalam Misi: Usung semangat Pancasila, Ende berdaya saing dalam prasasti iman dan budaya yang kaya.

Ende lagi menanti terapan nyata bahwa kualitas sumber daya manusia meningkat, produkvitas masyarakat pun meningkat, nyatanya supremasi hukum dan good governance, konekvitas antar wilayah, pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan serta kedaulatan pangan.

Demi Ende Sare-Lio Pawe, memang dibutuhkan narasi tajam yang visioner dan misioner. Dan memang itulah keharusan orientatif pembangunan (daerah). 

Tak bisa tidak! Bagaimana pun, rumusan visi-misi ini tentu diharamkan sekiranya hanya jadi ‘lips service beraroma hedonistik verbalic,’ sebatas nikmatnya kata-kata di bibir saja! Apalagi jika sekiranya nantinya visi-misi itu “hilang semua ditelan dusta.” Tentu tak diharapkan!

Ende berharap kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati (2025-2029) ini bakal didukung oleh mitra (kerja) pemerintah dari jalur legislatif.

 Iya, setidak-tidaknya Partai Demokrat, PDIP, PPP, Partai Garuda dan Partai Ummat tetaplah ‘setia mengusung Pemerintah.’ Bagaimana pun, suara kritisi yang cermat dan tulus dari pelbagai pihak mesti jadi sumbangan yang mendasar dan berarti. Kritik yang mendasar itu tentu tak diharamkan.

Ende Baru – Tetap Jala Lama?

Tapi, mari kita kembali ‘suasana kontemplasi Deo Do di Bita Beach itu.’ Bila tak keliru, ada suara Pak Tote Badeoda bahwa ia dan Pak Domi adalah ‘orang baru’ yang tak terkait dengan kisah-kisah lama sebelumnya di Ende.

 Begitu sekiranya substansi isi bicuk koaranya, di kurang lebih 6 bulan silam. Pak Tote tegaskan, keduanya “Tidak terlibat dalam persoalan-persoalan lama.” Keduanya akan membawa Ende ke ‘pola pikir dan pola tindak-sikap yang baru…’

Nah, patut ditanya apa itu persoalan-persoalan lama?’ Kita sekali lagi berhalusi ‘Demi pelayaran menggapai Ende dalam keberhasilan menangkap ikan,’ tidakkah Deo Do lagi berpikir serius bagaimana harus perbaiki ‘jala ikan pembangunan Ende yang rusak, sobek sana sobek sini di kisah-kisah lama itu?’

Publik Ende tak yakin Pak Tote (yang tamatan Hukum UI) tak ‘berminat serius’ semisal pada cap bernada peyoratif bahwa “Penegakan hukum di Ende terburuk di Ende.” 

Itu yang disinyalir oleh Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Nusantara/Perekat Nusantara.

Visi-Misi Ende Baru dengan menjahit kembali ‘Jala lama dan sobek’ bukan perkara gampangan! Apa mungkin Deo Do harus membuang saja ‘jala ikan lama itu’ dengan ‘memulainya dengan jalan ikan yang baru saja?’

“Ende Sare – Lio Pawe” Lintasan Jubileum Politik

Bisa saja Tuhan telah mendengar lirik Ebiet G Ade yang didendang publik Ende, “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa…” 

Maka Tuhan mengutus pada saat yang tepat Pak Tote (latar hukum) dan Pak Domi (latar birokrat) untuk berjalan bersama demi Ende Baru itu yang bercitra dan bermarwah“sare – pawe.”

Bagaimana pun Deo Do tetap diingatkan: “Sebuah janji adalah awan, hujan adalah pemenuhannya, apalagi untuk situasi masyarakat yang sungguh merindukan dan membutuhkannya…..

Verbo Dei Amorem Spiranti

*Penulis Rohaniwan Katolik, tinggal di Collegio San Pietro – Roma. ***