Usut Distribusi Anggaran Rutin Sekretariat DPRD Kabupaten Ende Rp1,4 Miliar

Rabu, 22 Desember 2021 09:58 WIB

Penulis:redaksi

dpred.jfif
Kantor DPRD Ende (Istimewa)

JAKARTA (Floresku.com) - Beberapa hari terakhir  Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)  menerima sejumlah pesan WhatsApp,  mengkonfirmasi informasi yang beredar tentang dugaan penyalahgunaan uang dalam pengelolaan bendahara Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende,  Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Nilainya mencapai Rp1,4 Miliar Tahun Anggaran 2020 yang dicoba ditutup-tutupi selolah-olah sekadar masalah hutang piutang biasa antar Bendahara Setwan dengan beberapa pihak ketiga.

Sejak Senon 20 Desember 2021, beredar sebuah catatan tulisan tangan di atas kertas putih dengan judul Rincian Uang Persediaan (UP) Rp1 Miliar, pada Kamis, 1 Oktober 2020.

Dengan menyebut sumber data: Rustam Rado, Bendahara Sekretariat DPRD Kabupaten Ende tahun 2020 dan ditandatangani atas nama Bendahara Rustam Rado.

Meskipun belum jelas apa yang terjadi dengan beredarnya sebuah catatan tulisan tangan dimaksud dengan judul Rincian UP Rp1 Miliar pada Kamis 1, Oktober 2020 dan siapa itu Rustam Rado.

Namun dari perincian item pengeluaran uang tertanggal 1 Oktober 2020, publik bisa menduga tempus dan locus terjadinya peristiwa berbau korupsi itu dan siapa pembuat catatan itu.

Ini sebagai potret buram penyalahgunaan uang negara tanpa rasa malu dan berdosa, dilakukan secara berjamaah, atas nama kekuasaan yang mereka kejar dan sembah dan tanpa merasa bersalah saat mereka membagi-bagi uang rakyat itu.

Tanpa mereka tahu bahwa ada seseorang yang memiliki wewenang untuk mencatat dan menandatangani runcian pengeluaran haram itu yaitu Rustam Rado, Bendahara Sekretaris DPRD Kabupaten Ende.

Dalam perincian yang dibuat seseorang bernama Rustam Rado, sebagai Bendahara Sekretariat Dewan,  sebagai berikut.

Bayar makan dan minuman 2019 Rp496 Juta, bayar ke Jaksa Rp125 Juta, bayar makan dan perjamuan (belum dibuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ)  Rp127,300 Juta), fotocopy dan lain-lain (belum di SPJ-kan) Rp47,600 Juta.

Kemudian, salah Membayar pada Didimus Toki, kelebihan membayar Rp44 Juta, beli hand prayer Rp12,500 Juta.

Pinjam uang  Fery Taso Rp15 Juta, Didimus Toki Rp10 Juta, Erik Rede Rp70 Juta, Yoran Rp13 Juta, Pa’ Oni  Rp7,500 Juta, Orba Rp5 Juta. Total Rp972, 900 Juta.

Dari item pengeluaran Bendahara Setwan pertanggal 1 Oktober 2020, maka dapat dipastikan bahwa tempus kejadian perkara ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 2020.

Saat pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) sedang gencar mengancam nyawa umat manusia, tetapi oleh sejumlah pihak berpesta pora dengan uang rakyat dan ini akan menjadi babak baru membongkar gurita korupsi di awal tahun 2022, oleh Kapolda NTT baru yang masih fresh.

Yang lucu adalah terdapat catatan untuk bayar ke Jaksa sebesar Rp125 Juta dan pinjaman ke seseorang bernama Erik Rede Rp70 Juta tentu ini harus menjadi perhatian Kejakasaan Agung Republik Indonesia.

Karena apa hubungan antara Bendahara Setwan dengan Kejaksaan, apakah ke oknum Jaksa, ke Kepala Kejaksaan Negeri Ende atau Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, bahkan Kejaksaan Agung, perlu diperjelas.

Hal ikhwal catatan Tulisan Tangan seorang Bendahara Setwan 2020, tanpa menyebut Bendahara Setwan daerah mana dan ke Jaksa siapa.

Mamun bisa dipastikan bahwa Setwan itu akronim dari Sekretaris Dewan (DPR/DPRD), apakah di Ende, Provinsi NTT atau Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), untuk itu perlu dilakukan penyelidikan oleh Polda atau Kejaksaan Tinggi NTT, karena menyangkut banyak nama pejabat daerah dan lembaga negara (Kejaksaan).

Mengapa di Polda atau Kejaksaan Tinggi NTT, karena manajemen penanganan korupsi oleh Polres Ende atau Kejaksaan Negeri Ende sangat buruk.

Menjadi alasan utama pilihan membawa Laporan Polisi tentang catatan tulisan tangan ini kepada Polda NTT atau Kejaksaan Tinggi NTT atau ke KPK agar ruang korupsi yang bakal terjadi di tengah penyidikan sebagaimana halnya kasus korupsi berjamaah Perudahaan Daerah Air Minum (PDAM) 7 Anggota DPRD Kabupaten Ende dapat dicegah.

Kasus ini akan menjadi tantangan pertama Kapolda NTT yang baru Brigjen Pol. Setyo Budiyanto, meskipun angkanya kecil tetapi ini menyangkut hak-hak sosial, ekonomi dan kemanusiaan masyarakat NTT yang dikorupsi tanpa rasa malu dan bersalah.*

Petrus Selestinus SH, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). ***