Kain Tenun Nagekeo di Tengah Arus Postmodernisme (Bagian 1)PAMOR kain tenun Nagekeo melambung. Aneka jenis kain, baik yang jenis Tenun Ikat seperti Hoba Nage da
Guna mendorong perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual (KI), Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah (Kanwil Kemenkumham Sulteng) menggelar kegiatan Mobile Intellectual Property Clinic (MIPC) di Hotel Best Western, Palu, Kamis (25/4).
Jika bukan karena kemajuan pewarnaan tekstil yang dilakukan 6.200 tahun yang lalu, orang-orang saat ini mungkin tidak akan mengenakan jeans biru sebagai pakaian pokok.
DALAM beberapa tahun belakangan ini, kain tenun Nagekeo, ‘naik pamor’. Hal ini terjadi karena kain tenun tradisional seperti tenun ikat itu Hoba Nage, kain tenun songket seperti Rhuka Tonggo, Ragi Bay dan Dhowik, serta kain tenun semi-songket Telopoi, semakin ‘membumi’ (dihargai, dicintai; dikenakan) oleh semakin banyak warga Nagekeo, baik di yang bermukim di wilayah kabupaten Nagekeo, maupun yang tersebar di darah perantauan (Nagekeo diaspora).