Flores Timur
Senin, 17 Januari 2022 15:26 WIB
Penulis:redaksi
HOKENG (Floresku.com) - Siang itu kabut awan cukup tebal disusul rerintik hujan. Pria 50-an tahun terlihat sigap menyambar sweater blaster perpaduan warna biru dan putih. Ia berkeliling sambil menilik ratusan tanaman buah Naga di pelataran rumahnya, Senin, 17 Januari 2021.
Dialah Emanuel Doni Tolok, petani tulen asal Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur. Saat hujan bertambah sangar, Ia memutuskan berteduh, menyeruput segelas kopi panas sambil menarik dalam-dalam satu batang rokok Surya. Di waktu bersamaan, saya pun tiba. Kami lalu berbincang hangat.
Hangatnya kopi dan kepulan asap rokok Surya siang itu menambah kehangatan perbincangan kami.
Emanuel berkisah, selain membudidaya tanaman buah Naga, ia juga telaten menggarap kebun kelapa dan kakao.
"Saya mulai tanam buah Naga sejak 2016. Waktu itu banyak orang belum terlalu kenal tentang buah Naga," ujar Emanuel sambil melirik kearah halaman rumahnya yang dipenuhi ratusan tanaman buah Naga.
Emanuel mengatakan, bibit tanaman diperoleh dari Nela, saudari kandungnya saat berlibur dari Pulau Kalimantan, tempat Nela merantau.
"Waktu itu saudari bawa tujuh bibit untuk saya tanam di pekarangan rumah," ceritanya.
Awal tahun 2017, Emanuel menikmati masa panen dengan jumlah buah belum sebanyak sekarang. Ditambah buah Naga belum akrab di indera pengecap masyarakat setempat, buah Naga belum berdampak ekonomi untuk Emanuel.
Seiring berjalannya waktu, buah Naga kini menjadi primadona masyarakat luas dan tentu membawa berkah untuk Emanuel.
Pada tahun 2018, puluhan pembeli memburu buah Naga milik Emanuel. Pasarannya pun sampai laku ke Kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka.
"Saya antar sesuai pesanan pelanggan di Kota Maumere. Kebanyakan mereka adalah pengusaha Cina dan beberapa pusat perbelanjaan salah satunya Swalayan Roxy," ceritanya.
Pria kelahiran 29 Desember 1971 tak menyangka hasil buah Naga mampu menyokong ekonomi keluarga. Sambil senyum sumringah, ia berkisah bahwa hasil menjual buah Naga dalam setahun ditaksir hingga 10 juta rupiah.
"Satu tahun bisa empat sampai lima kali panen. Di Maumere dijual perkilo dari 20 ribu hingga 25ribu per kilo. Saya taksir sekali panen 80-an kilo gram," paparnya penuh syukur.
Ia menjelaskan, sejak tahun 2018 hingga sekarang, produksi panen tetap stabil. Namun, harga pasaran buah Naga mulai tidak stabil karena banyak pengusaha buah-buahan dari luar daerah. Lantaran demikian, kisaran harga 25ribu per kilo adalah suatu keberuntungan untuknya.
Kendati demikian, Emanuel tetap bersyukur dan tidak berkecil hati. Persaingan dan intervensi harga pasar, kata dia, sudah menjadi sesuatu yang lumrah.
Sebaliknya, ia justru bersyukur karena berkat usaha itu mampu menyokong kebutuhan ekonomi rumah tangganya. (Paul K. ) ***