RESENSI FILM: 'Romero', Kisah Perjuangan Uskup Pro Kemanusiaan

Rabu, 19 Oktober 2022 20:42 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

Fr Ino Mbani.JPG
Frater Ino Mbani (Dokpri)

Oleh: Ino Mbani

Gambaran Umum Film

  • Judul Film: Romero
  • Disutradarai oleh John Duigan
  • Ditulis oleh John Sacret Young
  • Diproduksi oleh Ellwood (Bud) Kieser
  • Biaya produksi : AS$3,5 juta
  • Dibintangi: Raúl Juliá, Richard Jordan, Ana Alicia, Harold Gold, Eddie Velez dan Tony Plana
  • Sinematografi Geoff Burton
  • Diedit oleh Frans Vanderburg
  • Musik oleh Gabriel Yared
  • Perusahaan Produksi:  Paulis
  • Didistribusikan oleh Warner Bros.
  • Tanggal rilis: 25 Agustus 1989

Film Romero merupakan film rilisan tahun 1989 yang menggambarkan kisah Uskup Agung San Salvador yang melakukan berbagai tindakan demi melawan rezim militer yang kejam dengan aksi damai hingga mengorbankan nyawanya sendiri. 

Pemeran film ini adalah Raul Julia sebagai Oscar Romero, Richard Jordan sebagai teman dekat Romero (Rutilio Grande), serta aktor-aktor lainnya seperti Ana Alicia, Harold Gold, Eddie Velez, dan Tony Plana.

Kisah Romero digambarkan hidup di tengah kekacauan publik akibat ketidakadilan, pembunuhan, dan pembatasan hak yang dimiliki masyarakat. Ada kediktatoran militer dan anti komunis yang menculik serta menyiksa orang-orang yang berbicara tentang hak asasi manusia. 

Dalam sebuah adegan film, digambarkan tentara militer mencegah para pemilih datang ke tempat pemilihan suara dan merusakkan mobil tumpangan para pemilih. 

Kisah kemudian berlanjut dengan pengangkatan Oscar Arnulfo Romero, seorang yang konservatif dalam hal teologis untuk menjadi Uskup Agung San Salvador. 

Pada awalnya, Uskup Romero tidak terlibat dalam hal politik dan sangat menjaga hubungan baik dengan para pemerintah. 

Namun, Ia kemudian melihat dan menyadari adanya ketimpangan dalam realitas yang terjadi. Ketimpangan itu berupa penipuan, penindasan, pembunuhan, dan pelanggaran HAM. 

Perubahan sikapnya yang lebih kuat adalah ketika terjadi pembunuhan Pastor Rutilio Grande yang sangat dekat dengan orang miskin dan terang-terangan menentang pemerintah. 

Uskup Romero akhirnya beralih yang punya kedekatan dengan pemerintah, pernah mendapat banyak hadiah dari pemerintah, menjadi pribadi yang mulai menentang kebijakan pemerintah.

Uskup Romero melakukan aksi-aksi yang berani seperti mengadakan misa di gereja yang telah diambil alih militer sebagai barak. Dia juga melakukan perjuangan heroik dengan mencoba membantu membebaskan tawanan khususnya Pastor Osuna yang kemudian disiksa sampai mati. 

Keberaniannya melakukan hal demikian, dilandasi pandangan dan pemikiran bahwa Ia adalah imam yang harus penuh belaskasihan, kejujuran, dan menghargai kemanusiaan. Baginya, “menghindari politik berarti meninggalkan rakyat dalam penindasan dan kemiskinan.” 

Walaupun demikian, Uskup Romero tidak menggunakan aksi kekerasan untuk melawan pemerintah, tetapi menggunakan aksi damai dan dialog dalam terang teologis. Uskup Romero bukan menentang kekuasan politik sebagai seorang kiri, melainkan sebagai orang Kristen yang pro-kemanusiaan.

Akhir dari film ini menampilkan Uskup Romero yang ditembak mati saat sedang merayakan ekaristi di kapel rumah sakit. Terdapat juga kalimat penutup yang menyatakan “Uskup Romero dibunuh pada 24 Maret 1980. Dia telah mengatakan kebenaran yang mengganggu. Banyak yang memilih untuk tidak mendengarkan. 

Akibatnya, antara tahun 1980-1989 lebih dari 60.000 orang Salvador terbunuh. Tapi perjuangan untuk perdamaian dan kebebasan, keadilan, dan martabat terus berlanjut”.

Kelebihan dan Kekurangan Film

Film ini menampilkan sosok Uskup Romero yang baik dan heroik. Dia begitu tenang, tidak mudah marah, dan bukan orang yang berapi-api. Raul Julia melakukan peran ini dengan penghayatan yang sangat baik. 

Selain Raul Julia, pemeran-pemeran lain juga melakukan peranannya dengan sama bagusnya sehingga banyak adegan yang membangkitkan aspek emosi dan kemanusiaan. 

Khusus para aktor yang bertugas sebagai imam, mereka sungguh melakukan perannya menyerupai para imam sungguhan. Selanjutnya, perbandingan antara aktor protagonis dan antagonis seimbang sehingga membuat adegan film lebih menarik.

Ada beberapa kelemahan yang ditemukan dalam film ini. Pertama, adegan awal film yang langsung menyajikan peristiwa kampanye dan kegiatan pemilu. Padahal sebuah film biografi dapat menampilkan orientasi atau gambaran tokoh dari masa kecilnya. 

Kedua, alur yang ditampilkan tidak terlalu jelas sehingga menimbulkan kebingungan bagi para penonton. Ketiga, tidak terdapat penghubung yang spesifik antara satu peristiwa dan peristiwa selanjutnya dalam film tersebut. 

Perbandingan Uskup Ideal dan Uskup Romero

Dalam Dekrit Christus Dominus (CD) dijabarkan hal-hal yang berkaitan dengan tugas kegembalaan para uskup. Khusus dalam artikel 15, diterangkan bahwa uskup dipilih untuk melayani umat secara khusus dalam merayakan iman dan liturgi. 

Gambaran uskup ideal seperti ini telah dilakukan oleh Uskup Romero. Dalam film,  ada adegan yang menampilkan kegigihan Uskup Romero yang tetap berusaha merayakan Ekaristi di gereja yang telah dijadikan barak. Ia amat sedih saat melihat tabernakel diporak-porandakan dan tetap mengambil hosti kudus yang berserakan walaupun diancam dengan tembakan.

Idealnya, seorang uskup juga harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang ajaran-ajaran gereja Katolik. Hal ini senada dengan yang ditegaskan dalam Dekrit CD artikel 12. 

Dalam kaitannya dengan hal ini, dalam film digambarkan tentang Uskup Romero yang sangat giat membaca buku dan pada awalnya merupakan seorang yang konservatif. 

Ia memiliki banyak referensi yang baik mengenai ajaran-ajaran Katolik sehingga dalam seruan-seruannya melawan pemerintah, dia selalu menggunakan sudut pandang teologis.

Pada bagian awal film ditampilkan uskup Romero yang jauh dari umat. Ia dekat dengan orang-orang tertentu seperti pemerintah dan kalangan atas. 

Hal ini agak bertentangan dengan pesan Dekrit CD artikel 16 yang menyatakan bahwa uskup sebagai bapa dan gembala sebenarnya harus unggul dalam semangat cinta kasih dan keprihatinan terhadap semua orang. Kedekatan dengan orang tertentu seperti yang dilakukan Uskup Romero membuat adanya ketimpangan penyebaran kasih Kritus. 

Namun, setelah sadar akan realitas yang sebenarnya terjadi, Ia kemudian tidak tinggal diam dan mulai memperhatikan orang-orang yang kecil, miskin, dan tertindas. Perjuangannya menegakan HAM dan kemanusiaan ini patut diapresiasi lebih.

Dalam hubungan dengan imam, seorang uskup diharapkan selalu merangkul para imam dengan kasih sayang, karena mereka sebenarnya adalah penanggung dari sebagian tugas uskup (Christus Dominus art. 16). 

Pesan ini telah dijalankan oleh Uskup Romero. Ia begitu gigih berjuang membebaskan Pastor Osuna yang ditahan, walaupun akhirnya dibunuh. Ia juga amat bersedih atas kepergian teman dekatnya, Pastor Rutilio Grande yang kemudian membuat Ia merubah pandangannya terhadap pemerintah. 

Dalam gambaran seperti ini, sebagai uskup, Romero menunjukkan sikap yang sangat mencintai imam-imamnya. Ia memperlakukan para imam sebagai sahabat dan bersedia mendengarkan mereka. Ia juga amat memperhatikan keadaan para imam dan memercayai para imam akan tugas-tugas khusus yang harus dijalankan.

 Lebih lanjut, Uskup Romero dapat dikatakan sebagai seorang uskup yang tidak individualis. Ia melakukan pertemuan-pertemuan khusus dengan dewan para imam dalam mengambil suatu keputusan tertentu. Di sini, Ia sangat menonjolkan aspek kerja sama yang akrab dan mendalam antar para imam. 

Selain itu, ia juga memberikan teladan hidup yang mencerminkan kasih Kristus kepada semua manusia. Perubahan sikapnya dari pro-pemerintah menjadi pro-masyarakat dapat menjadi acuan dan cerminan sikap pertobatan, yang mau merubah dan menyesuaikan diri dengan realitas yang terjadi dalam masyarakat. 

Catatan Akhir

Romero merupakan film yang bagus untuk mengetahui dan menambah infomasi tentang Oscar Romero. Film ini juga dapat membantu umat Katolik memperkuat iman dan membangkitkan rasa kemanusiaan. 

Melalui film ini, penonton juga dapat mengenal seluk-beluk kehidupan dan perjuangan seorang Uskup San Salvador di kala itu dengan lebih baik. Selain itu, penonton film juga dapat disadarkan untuk mampu melihat setiap situasi dan realitas yang terjadi sehingga dapat turut serta bekerjasama bila menghadapi masalah.

 Film ini diharapkan mampu disempurnakan kembali agar terdapat kaitan dan hubungan yang jelas antar satu bagian dan bagian lainnya. Atau dengan kata lain, perlu ada penyempurnaan alur. 

Walaupun demikian, film ini sangat bagus dan layak ditonton oleh kalangan remaja dan dewasa. Anak-anak diharapkan jangan dulu menonton film ini karena mengandung unsur-unsur kekerasan dan pembunuhan.

* Ino Mbani, adalah Mahasiswa Prodi Filsafat IFTK Ledalero, Tinggal di Ritapiret. ***