Tarif Cukai Rokok 2022 Masih 'Gantung' Meski Sudah Dibahas 7 Bulan di DPR

Sabtu, 11 Desember 2021 10:08 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

Dibahas Selama 7 Bulan di DPR, Tarif Cukai Rokok Belum juga Ditetapkan Menkeu
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media mengenai dana alokasi umum (DAU) usai menghadiri rapat paripurna di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Desember 2021. (Ismail Pohan/TrenAsia)

JAKARTA (Floresku.com)-- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sampai saat ini belum juga menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok. Tepat hari ini (10 Desember) setahun lalu, Sri Mulyani menetapkan tarif cukai rokok untuk tahun 2021 sebesar 12,5persen.

Adapun Sri Mulyani saat ini sedang mengikuti kegiatan pembukaan (kick off) Presidensi G20 Indonesia pada jalur keuangan yang dimulai dengan pertemuan Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) di Bali pada 9-10 Desember.

Pejabat Kementerian Keuangan ketika ditanyai mengenai agenda penetapan CHT tahun 2022 oleh Menkeu pun belum memberikan jawaban.

Memang hampir setengah tahun ini, isu kenaikan cukai rokok tahun depan begitu mengemuka dan ramai dipercakapkan berbagai kalangan, mulai dari pekerja atau buruh, pelaku industri hingga akademisi dan kampus. Berbagai seminar, diskusi dilakukan untuk membahas isu tersebut.

Pemerintah, di satu sisi, berencana menaikkan cukai rokok melalui pertimbangan terhadap beberapa aspek seperti kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara.

Seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, target cuka rokok kurang lebih Rp193 triliun atau naik sebesar 11,9% dari tahun ini.

Namun, di sisi lain, petani tembakau dan pelaku industri menolak karena mengingat kondisi pandemi yang sudah demikian mengguncang perekonomian masyarakat dan industri.

Dibahas Selama 7 Bulan

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pembahasan mengenai rencana kenaikan CHT tahun depan sebetulnya sudah dibahas selama kurang lebih tujuh bulan, yaitu sejak Maret sampai dengan September 2021.

"Kami undang semua stakeholder, ada sekitar 80 asosiasi yang kami undang dalam perumusan UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan)," katanya dalam wawancara akhir November lalu.

Dia mengatakan pihaknya sangat berhati-hati dalam membicarakan tarif rokok tersebut karena harus mempertimbangkan berbagai aspek.

Sementara itu, para petani dan buruh dari industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) memohon kepada pemerintah agar melindungi segmen padat karya dengan tidak menaikkan CHT.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan, puluhan ribu pekerja SKT sudah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) selama 10 tahun terakhir.

Di luar serikat pekerja, dia memprediksi masih banyak lagi jumlah pekerja yang terdampak pandemi COVID-19.

“Sekarang ini, jumlah anggota RTMM-SPSI adalah sekitar 243 ribu orang. Lebih dari 153 ribu orang bekerja di industri rokok, yang 60% adalah pekerja di SKT," katanya dalam keterangan pers, Kamis, 2 Desember 2021.

Dia berharap pemerintah dapat berbelas kasihan terhadap para pekerja SKT ini.

"Kami memohon kepada pemerintah agar pekerja di sektor padat karya tetap bisa bekerja di masa pandemi, dengan cara tidak menaikkan cukai SKT pada 2022," pintanya.

Di sisi lain, Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menyampaikan keputusan kebijakan kenaikan cukai tembakau jangan sampai membuat sektor padat karya terkena dampak setelah terpuruk oleh pandemi COVID-19.

“Jangan sampai ada dampak yang terlalu besar, yakni PHK akibat kebijakan tersebut. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan itu," terangnya.

Kebijakan yang tepat berupa tidak menaikkan tarif cukai SKT pada 2022 dapat membuat padat karya ini bertahan di tengah masa pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.

Dia khawatir, jika cukai SKT dinaikkan akan memicu pengangguran-pengganguran baru di berbagai daerah khususnya di sektor SKT.

"Sektor padat karya seperti di IHT dan sigaret keretek tangan itu cukup menyumbang tenaga kerja yang banyak. Jika kenaikan cukai itu tinggi akan berdampak terhadap industri yang secara efeknya bisa mengurangi tenaga kerja," katanya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Daniel Deha pada 11 Dec 2021