Dugaan Tindak Pidana Perbankan: Saksi BPR Difobutama Ungkap 'Bisa Ubah Pencatatan Transaksi' Secara Manual

Jumat, 05 April 2024 15:58 WIB

Penulis:redaksi

lukas.jpg
Dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan BPR Difobutama Depok, (kiri) terhadap nasabahnya, Waka Lukas (kanan). (Istimewa)

DEPOK (Floresku.com) - Dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan BPR Difobutama Depok, terhadap  Waka Lukas, diperkuat oleh pernyataan saksi yang mengatakan ‘bisa ubah pencatatan transaksi’ secara manual.

Salah satu saksi di Sidang Perdata antara Waka Lukas dengan BPR Difobutama Depok di Pengadilan Negeri Depok, tanggal 24 Agustus 2022 memperkuat dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan BPR Difobutama Depok, terhadap  Waka Lukas.

Mengutip EnbeIndonesia.com, saksi dimaksud bernama Sri Sundari, yang menjabat sebagai accounting/pembukuan di BPR Difobutama Depok.

Di hadapan majelis hakim, Sri mengungkapkan bahwa angsuran yang menjadi masalah adalah angsuran bulan Februari 2017. Bahwa pada bulan tersebut menurut saksi tidak ada dana masuk atas nama penggugat (Waka Lukas-red) tetapi ada dana masuk yang tidak teridentifikasi sebesar Rp 15.000.000.

Sri mengatakan dia sudah benar-benar mengecek bahwa tidak ada dana masuk dari penggugat; dan dalam kebijakan PT BPR, untuk dana yang tidak teridentifikasi perlakuannya tidak dimasukkan dalam kewajiban segera dan tidak diakui (digantung). Jika sudah diketahui pengirimnya, maka dana tersebut akan dimasukkan (dalam pencatatan-red).

Sri menjelaskan kepada hakim bahwa dia sudah berusaha mencari tahu dana yang tidak teridentifikasi tersebut, bahkan sudah komunikasikan kepada kolektor untuk konfirmasi kepada nasabah.

Dia lebih lanjut menjelaskan tentang angsuran penggugat (Lukas Waka-red) yang disetor pada 28 Februari 2017--yang menurut penggugat ditransfer sebanyak dua kali, yaitu Rp8.591.700 dan Rp15.000.000 dari rekening yang sama ke rekening PT BPR Difobutama (yang sama juga).

"Tetapi yang teridentifikasi hanya satu yaitu yang sejumlah Rp8.500.000 sedangkan yang Rp15.000.000 tidak teridentifikasi karena peraturan PT BPR Difobutama mengidentifikasi berdasarkan bukti transfer, untuk uang sejumlah Rp8.500.000 ada bukti transfernya sedangkan Rp15.000.000 tidak ada bukti transfernya," demikian ungkap Sri seperti tertuang dalam keputusan Pengadilan Negeri Depok halaman 18.

Waka Lukas sebagai penggugat menanyakan kepada saksi Sri Sundari tentang hal-hal apa saja yang dipakai oleh BPR Difobutama untuk mengecek identitas dana angsuran nasabah yang masuk, nomor rekeningnya sama, dari bank yang sama, nama pemilik rekening juga sama.

"Mengapa transferan di bulan-bulan sebelumnya dan setelah itu bisa teridentifikasi akan tetapi tanggal 28 Februari 2017 tidak teridentifikasi bahkan hanya satu yang teridentifikasi dan yang lainnya tidak," ujarnya.

Menurut Waka Lukas, dari dokumen kartu angsuran yang dikirim oleh Hanny (Customer Service BPR Difobutama) tanggal 17 Februari 2021 dan juga dari Muslim (Kolektor BPR Difobutama) tanggal 12 April 2021, bahkan tidak ada sama sekali angsuran yang tercatat pada tanggal 28 Februari 2017, alias BPR Difobutama sama sekali tidak mencatat angsuran.

"Berarti angsuran pada tanggal tersebut masuk ke pos penampungan BPR Difobutama. Sedangkan angka Rp8.591.700 seperti yang disampaikan oleh Saksi Sri Sundari itu baru dimunculkan dalam history payment yang disampaikan ke Waka Lukas tanggal 25 Februari 2022," jelasnya.

Waka Lukas kemudian bertanya kepada saksi, kapan saksi bergabung dengan BPR Difobutama Depok, dijawab saksi tahun 2019.

"Kalau saudari saksi baru masuk tahun 2019, bagaimana mungkin sdri saksi mengatakan bahwa saksi benar-benar melihat dan mengecek dan bahkan mencari tahu pada kolektor saat itu dan tidak menemukan identitas dari angsuran yang Rp 15.000.000 itu, padahal waktu itu saksi belum masuk Difobutama," tanya Waka Lukas kepada Sri Sundari.

"Jadi saudara saksi menjadi saksi untuk hal yang tidak saksi lihat dan saksi ketahui. Saksi mengakui diminta melakukan pekerjaan mereview terhadap pencatatan pembukuan di tahun 2021 (Keputusan Pengadilan Depok halaman 18)," paparnya.

Selanjutnya, Sri Sundari dalam kesaksiannya menjawab pertanyaan majelis hakim menyatakan bahwa dari PT BPR Difobutama tidak terlihat kiriman rekening dari nasabah siapa saja karena itu harus dicek satu-satu dan secara manual. Dia juga menambahkan bahwa pada saat itu, jumlah rekening yang digantung karena tidak jelas identitasnya  tinggal  Rp40.000.000.

Atas permintaan hakim pihak BPR Difobutama kemudian menunjukan bukti print out rekening koran atas nama PT BPR Difobutama di PT Bank Mandiri di persidangan, untuk menunjukan bahwa pada tanggal 28 Februari 2017 tidak ada setoran atas nama Waka Lukas sejumlah Rp15.000.000.

Namun ketika melihat ada nama-nama lain selain Waka Lukas, yakni Suprapto dan Koko Sujaswadi di dokumen rekening koran yang sama, hakim bertanya mengapa ada nama yang lain dalam dokumen rekening koran milik Waka Lukas.

Kemudian diketahui bahwa print out rekening koran tersebut telah diedit dengan mencantumkan nama-nama lain seperti Suprapto dan Koko Sujaswadi.

Ketika ditanya oleh ketua majelis hakim perihal nama-nama itu, berdasarkan keterangan Sri Sundari, dalam print out dari Bank Mandiri tidak dicantumkan nama. 

Pencantuman nama-nama ini dilakukan dengan cara diedit sendiri untuk memudahkan dalam mengecek siapa saja yang sudah mentransfer.

Selanjutnya hakim bertanya apakah dokumen rekening koran tersebut tentang Waka Lukas bukan dokumen asli tetapi hasil editan, saksi Sri Sundari membenarkan hal itu bahwa dokumen yang dijadikan bukti tersebut (tidak ada transfer dari Waka Lukas senilai Rp15.000.000) bukan dokumen asli tetapi hasil editan.

Kemudian hakim terus mengejar dengan pertanyaan, bahwa apakah selain nama yang bisa diedit, apakah angkanya juga bisa diedit? Sri Sundari kemudian menjawab, “Iya bisa, tapi untuk apa?”

Hakim kemudian kembali mencecar saksi dengan bertanya bahwa bukan masalah “untuk apanya” tetapi apakah bisa? Dijawab oleh Sri Sundari : "Bisa".  "Jawaban Sri Sundari dengan pertanyaan, bisa tapi untuk apa, hal ini mengarah kepada motif/tujuan dari pengeditan," ujar Waka Lukas.

Seperti diberitakan dalam Investor Trust, selain tidak mencatat angsuran tanggal 28 Februari 2017 sebesar Rp23.591.700 seperti tertuang dalam dokumen Kartu Angsuran yang diberikan kepada Waka Lukas oleh Hanny tanggal 17 Februari 2021 dan Muslim tanggal 12 April 2021 yang kemudian dirubah oleh Tri Sandjoyo Nugroho dalam dokumen History Payment tanggal 25 Februari 2022 dimana tercantum ada angsuran sebesar (hanya) Rp8.591700. Sisanya senilai Rp15.000.000 tidak tercantum.

Berdasarkan pengakuan Sri Sundari bahwa bisa diedit secara manual, Waka Lukas mempertanyakan dalam sidang tersebut kepada Hamdani Usman,direktur utama BPR Difobutama tentang angsuran tanggal 23 juni 2017.

"Anda (Sri-red) mengatakan bahwa transaksi yang tidak jelas identitasnya akan dmasukkan ke "Pos Penampungan Difobutama". Saya transfer Rp10.000.000 sebanyak dua kali, BPR Difobutama hanya mencatat sebesar Rp8.591.700 dan sisanya dianggap tidak jelas identitasnya sehingga dimasukkan ke Pos Penampungan BPR Difobutama? 

Selain itu BPR Difobutama menghilangkan angka transfer Rp3.591.700 yang ditransfer pada hari yang sama, dari rekening yang sama?

"Bahkan BPR Difobutama membuat pencatatan fiktif dengan mencatat nilai transfer senilai Rp6.408.300 yang ditransfer dari tanggal 19 Oktober 2016 padahal transfer itu tidak pernah ada dari saya, tetapi Anda menganggap identitasnya jelas?

"Tentang hal ini, Hamdani Usman tidak bisa menjawab atau menjelaskan dan hanya memohon maaf kepada Waka Lukas di depan sidang dan majelis hakim karena BPR Difobutama masih mempunyai sistem pencatatan semi digital dan belum memiliki cukup uang untuk beli sistem digital.

Selain soal pencatatan, Waka Lukas ungkapkan bahwa setelah pokok dan bunga sudah dilunaskan sebanyak 60 kali angsuran, BPR Difobutama menambahkan lagi satu kali angsuran yang dianggap belum dibayar sebesar Rp23.591.700 lewat Sdr. Muslim (kolektor) pada tanggal 12 April 2021.

Masih lagi, selain nilai angsuran yang diedit, juga tanggal transfer. Contoh: Waka Lukas dari bank BCA tanggal 3 April 2016, ditulis dalam kartu angsuran tanggal 2 April 2016. 

Demikian juga, ditransfer tanggal 27 Februari 2021 ditulis dalam Kartu Angsuran 26 Februari 2021.

Nilai denda juga berbeda yang tercantum dalam Kartu Angsuran dengan yang tercantum dalam History Payment. 

Hal ini dikuatkan oleh pernyataan saksi Sri Sundari bahwa “tugas saksi untuk mereview, sehingga denda bisa dihitung dengan manual jadi misal nasabah transfer malam hari sedangkan malam kantor sudah tutup maka dihitungnya di pagi hari..”
BMKG: NTT Berawan, Sepanjang Hari Ini Mendung, Malam Diprediksi Hujan

Untuk verifikasi transferannya dilakukan secara manual (Keputusan Pengadilan depok halaman 20).

Sri Sundari juga mengatakan “bahwa identifikasi pembukuan PT BPR Difobutama adalah semi digital untuk BPR, identifikasi dari karyawan yang masih manual, ada rekonsiliasi termasuk identifikasi rekening koran (Keputusan Pengadilan Depok halaman 23)".

Laporan ke Polres Depok

Seperti sudah diberitakan media ini sebelumnya, Waka Lukas mempertanyakan perkembangan laporan polisinya tertanggal 12 April 2022 kepada Iptu S (Polres Depok) yang pada waktu itu menerima dan memproses laporannya, namun selama dua tahun tidak ada perkembangan kelanjutannya sehingga dipertanyakan kembali tanggal 12 Desember 2023.

Pihak polisi yang menggantikan Iptu S, yakni J dan I meminta maaf tidak terprosesnya laporan polisi Waka Lukas selama dua tahun ini. 

Setelah itu Pihak BPR Difobutama kemudian diundang oleh Polres Depok untuk klarifikasi hingga undangan yang kedua saat ini.

Dari informasi yang diterima melalui SP2HP IV tgl. 1 April 2024 Direktur Utama BPR Difobutama HU belum juga hadir untuk memberikan klarifikasinya.

Menurut informasi dari Penasehat Hukum Waka Lukas, polisi penyidik S menyampaikan via telpon bahwa HU tidak hadir memenuhi undangan polisi untuk klarifikasi  karena yang bersangutan perlu siap mental dulu untuk ketemu polisi.

“Kami percaya polisi akan memprosesnya secara profesional dan transparan. Hal ini penting bukan hanya bagi kami yang telah dirugikan oleh BPR Difobutama tetapi juga bagi dunia perbankan umumnya dan Bank Perkreditan Rakyat khususnya," ujar Waka Lukas.

"Kami juga berharap proses ini dapat berjalan cepat dan lancar karena  sudah dua tahun dan tanggal 12 April 2024 nanti akan masuk tahun ketiga tetapi belum ada perkembangan  berarti, masih dengan undangan klarifikasi, belum sampai ke gelar perkara dan selanjutnya. Kami dengan penasehat hukum akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan” pungkas Waka Lukas. (*). ***