Eks Karyawan Toko GO Maumere: Kisah Pencari Keadilan yang Kehilangan Anak, Rumah, dan Kemerdekaan

Sabtu, 05 Juli 2025 10:15 WIB

Penulis:redaksi

kros.jpg
Kristoforus dan keluarganya (Silvia)

MAUMERE (Floresku.com) Kisah menyayat hati datang dari seorang pria asal Kabupaten Sikka, eks karyawan Toko GO—dealer motor milik Suwarno Goni—yang kini dikenal luas sebagai pencari keadilan

Bermula dari tawaran kerja tanpa kontrak, pria ini harus menanggung derita beruntun: kehilangan anak dalam kandungan, hidup dalam showroom tanpa layak, dituduh kriminal, masuk penjara, hingga akhirnya rumah orang tuanya disita dan dilelang.

Kerja Tanpa Kontrak, Upah Tak Layak

Tahun 2005 menjadi awal perjalanan tragis itu. Pemilik Toko GO, Suwarno Goni, melalui stafnya, mendatangi rumah korban di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Madawat, Kecamatan Alok. 

Tanpa kontrak kerja dan jaminan sosial, ia ditawari pekerjaan sebagai staf administrasi dengan upah hanya Rp500.000 per bulan. Sebuah angka yang bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar satu keluarga.

Tak lama berselang, korban dikirim ke Larantuka untuk membuka cabang dealer baru. Alih-alih hanya bertugas sebagai staf, ia justru merangkap segalanya: mulai dari pimpinan cabang, administrasi, penjualan, kebersihan, hingga keamanan. Gaji tetap minim, tanpa struktur kerja yang jelas, dan biaya operasional ditanggung sendiri.

Tinggal di Showroom, Anak Meninggal dalam Kandungan

Karena tidak disediakan tempat tinggal, korban terpaksa menetap di dalam showroom bersama istri dan tiga anaknya. Mereka menempati kamar sempit beralaskan kasur spons tipis. Lingkungan tidak sehat dan tekanan hidup yang berat akhirnya membawa bencana: istri korban mengalami kelelahan hebat dan kehilangan janin anak keempat mereka.

Dimaki, Dituduh, dan DipenjaraPenimbunan BBM di Sikka: Satpol PP Soroti Lemahnya Pengawasan dan Perlunya Regulasi Tegas

Penderitaan tidak berhenti di situ. Pada tahun 2007, Suwarno Goni datang ke Larantuka dan melontarkan makian bernada rasis kepada korban dan istrinya. 

“Keriting kau datang buat apa? Suamimu kerja tidak jelas. Bikin rugi saja!” demikian dikutip dari pernyataan korban.

Merasa tidak aman dan tidak dihargai, korban memutuskan untuk kembali ke Maumere. Namun, tak lama berselang, ia justru dilaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan uang dealer. Padahal, menurut korban, seluruh urusan keuangan dikendalikan langsung oleh Suwarno, tanpa keterlibatan dirinya dalam pengelolaan dana.

 

Tanpa audit internal atau berita acara pemeriksaan keuangan, ia diproses secara pidana dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Larantuka.

 Di tengah masa tahanan, ia juga digugat secara perdata, yang diyakininya sebagai upaya untuk mengalihkan tanggung jawab perusahaan atas pelanggaran hak-hak normatif pekerja selama dua tahun.

Rumah Orang Tua Disita dan Dilelang

Lepas dari penjara pada 2009, korban mendapati masalah baru yang jauh lebih menyakitkan. Tahun 2010, ia menerima surat eksekusi atas tanah milik orang tuanya. Proses hukum berlangsung selama 9 tahun, dan pada 12 Mei 2022, sertifikat No. 309 atas nama orang tuanya akhirnya dilelang secara resmi oleh Pengadilan Negeri Maumere.

Ironisnya, satu hari sebelum lelang, dua petugas dari Kantor Pertanahan Kabupaten Sikka diam-diam melakukan pengukuran lahan tanpa izin pemilik. 

Mereka membawa fotokopi sertifikat yang tercatat atas nama orang lain, yakni Kristoforus Otang Migo Keytimu. Seorang perangkat desa hadir saat itu, namun keterangannya simpang siur, dan tak memberikan jawaban tegas atas dugaan pelanggaran prosedur.

Teror dan Intimidasi di Rumah

Tekanan terhadap keluarga korban tidak berhenti pada eksekusi lahan. Sang istri beberapa kali didatangi orang tidak dikenal yang mengaku utusan Suwarno Goni. Mereka menawarkan uang dan mendesak agar rumah segera dikosongkan. Dalam salah satu insiden, seorang pria bertampang preman menggedor pintu dan jendela rumah saat istri korban sedang sendirian.

“Yang saya alami bukan sekadar ketidakadilan hukum, tapi pelanggaran martabat sebagai manusia,” ujar korban dalam dokumen pernyataan sikapnya.

Suwarno Goni: “Urusan Saya Sudah Selesai”

Dikonfirmasi oleh media, Suwarno Goni enggan menjelaskan lebih lanjut soal peristiwa ini. Ia hanya mengatakan singkat, “Kalau saya sudah selesai urusannya. Sekarang tinggal pemenang lelang mau minta barangnya yang dibeli,” tanpa menjelaskan barang yang dimaksud.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan aktivis keadilan sosial dan masyarakat sipil yang mengikuti kasus ini. Sebab, yang dipermasalahkan bukan sekadar soal barang atau aset, tetapi proses panjang yang sarat dugaan pelanggaran hukum dan moralitas dalam hubungan kerja.

Kantor Pertanahan Bungkam

Tim media sempat mendatangi Kantor Pertanahan Kabupaten Sikka untuk meminta klarifikasi atas pengukuran tanah tanpa izin tersebut. Namun hanya diterima oleh staf biasa, sementara Kepala Pertanahan, Herman Adianto Oematan, S.SIT., sedang mengikuti rapat virtual. Hingga berita ini ditayangkan, permintaan wawancara langsung belum mendapat tanggapan resmi.

Keadilan yang Tertunda

Kasus ini menyoroti problem akut dalam sistem ketenagakerjaan dan peradilan di daerah. Seorang pekerja informal tanpa kontrak, yang tidak pernah diberikan hak-haknya, justru dikriminalisasi saat menuntut keadilan. Ia kehilangan anak, rumah, dan kebebasannya karena sistem yang seharusnya melindungi justru berbalik menjadi alat pemukul.

Kisah eks karyawan Toko GO Maumere adalah potret buram ketidakadilan yang masih berlangsung di banyak tempat. Ia bukan hanya korban dari pengusaha yang tidak bertanggung jawab, tetapi juga dari sistem hukum dan administrasi negara yang gagal berpihak pada rakyat kecil.

Kini, setelah hampir dua dekade berjuang, ia masih mengharapkan satu hal yang sama: keadilan. Sebuah kata yang, hingga hari ini, masih terasa jauh dari jangkauannya. (Silvia). ***