bareskrim polri
Rabu, 02 Februari 2022 15:26 WIB
Penulis:redaksi
JAKARTA (Floresku.com)- Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan LBH MADN selaku Kuasa Hukum Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), mendukung langkah Polri dan mengapresiasi sikap tegas Bareskrim Polri, menetapkan Edy Muyadi sebagai Tersangka dan melakukan Penahanan di Rutan Bareskrim.
Meski demikian Perekat Nusantara mempertanyakan mengapa baru Edy Mulyadi seorang yang ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan, sedangkan Azam Khan, tidak.
“Ke mana Azam Khan? Mengapa tidak dilakukan tindakan Kepolisian, padahal di dalam video rekaman itu Azam Khan bersama-sama Edy Mulyadi, secara bergantian mengeluarkan pernyataan yang kontennya sama yaitu ujaran kebencian dan bermuatan SARA,” ungkap Perekat Nusarantara melalui keterangan tertulis yang diterima media ini, Rabu (2/2) siang.
Perekat Nusantara adalah kelompok advokat yang memperjuangkan kerukunan dan harmoni hidup bersama antara warga di kawasan Nusantara. Kelompok tersbut terdiri atas para advoka di antaranya Petrus Selestinus, Jelani Kristo, Erick S. Paat, Daniel T. Masiku, Robert B. Keytimu, Carrel Ticualu, Letambunan, Bayer Gabriel, Mamban I Tubil dkk.)
Menurut Perekat Nusantara pernyataan Azam Khan kadarnya jauh lebih mendiskreditkan Suku Dayak di Kalimantan, yang jika dikaji secara mendalam, maka narasi yg diucapkan Azam Khan, dikualifikasi sebagai "telah menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran di tengah masyarakat" dan ujaran kebencian antar individu dan golongan SARA, namun belum dilakukan suatu tindakan kepolisian apapun juga.
Merendahkan martabat manusia
Dalam pandangan Perekat Nusantara, narasi Azam Khan telah merendahkan harga diri dan martabat manusia di Kalimantan dari sudut pandang apapun. Karena dengan narasinya bahwa hanya monyet yang mau tinggal di Kalimantan dan menolak tinggal di Kalimantan, ia telah mengangkat derajat monyet tetapi mendiskreditkan martabat Suku Dayak di Kalimantan secara keseluruhan.
Oleh karena itu tindakan kepolisian berupa Penetapan sebagai Tersangka dan Penahanan hanya terhadap Edy Mulyadi, dengan sangkaan melakukan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan menyebarkan berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di tengah maayarakat.
Maka pasal sangkaan yang sama dan upaya paksa yang sama harus juga diterapkan terhadap Azam Khan agar sama-sama dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Karena itu tindakan Penyidik Bareskrim menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka ujaran kebencian berdasarkan SARA terkait pernyataannya soal Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur, sebagai 'tempat jin buang anak' dengan pasal berlapis, tanpa mengikut sertakan Azam Khan sebagai tersangka pelaku turut serta sesuai ketentuan pasal 55 KUHP, maka Bareskrim Polri patut dinilai masih setengah hati menegakan hukum dalam Kejahatan SARA yang semakin marak.
Tangkap dan tahan Azam Khan
Supaya tidak menimbulkan penilaian yang tidak proporsional dan merusak citra Polri di mata publik, maka BARESKRIM POLRI, perlu segera mengambil langkah-langkah penindakan tegas terhadap Azam Khan.
Jangan biarkan pelaku Kejahatan SARA berkeliaran di luar hanya dengan meminta maaf secara formalitas, karena bisa saja di balik minta maaf mereka terus menggalang kekuatan memproduksi narasi SARA, dengan efek domino tinggi demi target politik destruktif.
Oleh karena pasal-pasal sangkaan pidana yang diberlakukan Penyidik Bareskrim Polri terhadap Edy Mulyadi dengan Pasal 45 a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE," maka pasal yang sama juga harus diberlakukan terhadap Azam Khan, karena bobot dan kadarnya sama yaitu mendiskreditkan suku Dayak di Kalimantan sangat terasa menusuk di hati sanubari warga Suku Dayak di Kalimantan.
Perekat Nusantara mengajak semua pihak untuk menahan diri dan menghormati proses hukum terhadap Edy Mulyadi sambil menunggu tindakan terhadap Azam Khan, mari kita kawal kinerja Penyidik menjerat terduga pelaku lain, tidak terkecuali Azam Kham.
Perekat Nusantara ikut mendorong bekerjanya Hukum Adat melalui Lembaga Adat Dayak untuk melakukan proses penyelesaian secara Hukum Adat melalui mekanisme Akomodatif, sesuai dengan ciri Hukum Adat di daerah, agar tercapai suatu proses penyelesaian secara Hukum Adat Dayak secara menyeluruh melalui simbol-simbol adat yang masih kuat melekat di tanah Dayak, seuai dengan amanat UUD' 45. (SP/SA).
2 tahun yang lalu
3 tahun yang lalu