PDI Perjuangan
Rabu, 24 November 2021 09:53 WIB
Penulis:redaksi
‘BELANDA masih jauh’ . Pepatah ini sering dilontarkan ketika orang berbicara perihal Pemilu 2024, yang masih kurang lebih tiga tahun lagi. Namun hal itu tidak membuat banyak kalangan pengamat politik dan simpatisan PDIP bertanya tanya bagaimana PDIP harus bersikap?
Oleh karena perkembangan politik saat ini sangat dinamis dan berjalan cepat maka setiap relawan ingin curi start walau dengan sedikit malu malu.
Hasil beberapa survei tingkat popularitas masing masing kandidat masih sangat bervariasi ada yang bergerak naik ada yang tidak serta ada juga yang cenderung turun. Hal ini memang masih sangat mungkin terjadi sebab para kandidat masih berupaya menebar pesona dengan cara dan kewenangan masing masing.
Bahkan menggunakan cara yang tidak lazim terkesan dipaksakan serta menggunakan fasilitas negara sampai mengorbankan fokus tugas pokok yang diemban baik itu sebagai menteri dan gubernur pembantu presiden atau lainnya.
Tebar pesona itu tentu baik jika dilakukan dengan pas menurut ukuran yang berlaku umum di masyarakat. Hanya saja yang menjadi kendala adalah jika kandidat itu memiliki dosa masa lalu dan atau dianggap karbitan karena belum menunjukan kinerja yang maksimal.
Tetapi karena posisi dalam partai yang memungkinkan yang bersangkutan mendapatkan karpet merah pecalonan baik sebagai ketua umum maupun sebagai aliwaris anak biologis atau anak idiologis.
Tarik menarik antara partai dalam pencalonan akan semakin tajam gesekannya sebab ada yang benar benar mau dukung kandidat tertentu tetapi ada juga dengan tujuan me degradadasi calon tersebut serta mau bergaining posisi nomor satu atau dua.
Sebagai partai pemenang pemilu dua kali berturut turut mampuhkah PDIP mencetak hetrik ? Ini sangat tergantung strategi yang jitu dari PDIP itu sendiri. Jika mereka salah dalam mengusung calon akan menjadi blunder yang berakibat sangat fatal.
Sebab kekewatiran banyak pihak kalangan masyarakat tentang masa depan negara ini jika yang menjadi pimpinan negara ini bukan dari kalangan nasionalis. Apabila itu terjadi maka PDIP ikut berkontribusi rusaknya negara ini kedepan.
Kekwatiran itu sangat beralasan berkaca pada pemilihan PIlkada yang lalu, dimana perbaikan yang telah direncanakan dan kemajuan yang telah dicapai akan terhenti. Pembangunan yang sudah dicapai negara ini dengan segala pengorbanan akan sia sia belaka karena pengganti pimpinan tertinggi tidak bisa melanjutkan karena perbedaan arah kebijakan.
Untuk itu harapan banyak pihak kalangan masyarakat dari berbagai pihak profesi dan masyarakat umumnya agar PDIP pada waktunya akan mendukung calon yang benar benar didukung masyarakat sesuai dengan tingkat popularitas dan kenerjanya, agar harapan masyarakat tidak dicampakan.
Banyak harapan atas kepiawaian Ibu Mega sebagai negarawan politikus senior tentu memiliki insting yang tajam dan jitu demi masa depan PDIP. Jika Ibu Mega tidak melakukan ini dengan benar dikewatirkan PDIP akan dihukum oleh masyarakat simpatisannya dan sudah pasti sejarah tidak akan terulang kembali untuk mencetak hetrik.
Kita tau bahwa Ibu Mega tidak mudah dalam menentukan pilihannya karena ada beberapa kendala diantaranya tersandra perjanjian batu tulis atau alasan lainnya. Namun sebagai ketua umum yang memiliki hak prerogatif disitu letak kearifan kedewasaaan sebagai seorang negarawan harus bisa mengesampingkan kepentingan yang bersifat individu atau kelompok demi kepentingan Nasional.
Membaca peta politik dan dukungan masyarakat dimana daerah penyumbang suara terbanyak sebenarnya sudah bisa di maping perburuhan suara dengan merawat kepercayaan masyarakat pendudkung dan mempengaruhi pemilih menngambang.
Hal ini perlu disadari oleh PDIP, karena perburuhan ini bukan hanya dilakukan oleh mereka saja tetapi ini semua partai memperebutkan kue yang sama dengan cara turun kebawah bersama rakyat, menyerap sebanyak banyaknya aspirasi masyarakat dengan memanfaatkan para wakil anggota DPR nya baik di tingkat pusat maupun daerah.
Masyarakat tentu sangat ingin kemajuan yang dicapai selama kepemimpinan Jokowi yang merupakan kader sekaligus pengusung dari PDIP dapat dilanjutkan oleh kader PDIP lagi agar arah dan tujuan dapat terus diselaraskan demi tercapainya cita cita bangsa kedepan.
Dengan tidak terpilihnya Jokowi kembali sebagai presiden karena undang-undang yang membatasinya (beliau sangat menghormati walaupun ada beberapa pihak yang berkeinginan mengamandemen undang undang tetapi beliau menolaknya) tentu ini perlu dicontoh oleh pemimpin masa depan.
Sebab Jokowi mengakhiri kepemimpinannya dengan legasi yang hampir sempurna. Dengan berkaca dari Jokowi, PDIP tentu punya kader yang tidak kalah baik ini perlu segera digadang dan dijaga serta dikawal agar tidak terkontaminasi atau di rusak oleh orang di luar PDIP.
* Nicolaus Neo
Catatan: Opini ini tidak mewakili sikap dan opini redaksi floresku.com.
3 bulan yang lalu