Manggarai Barat
Sabtu, 10 Februari 2024 16:12 WIB
Penulis:redaksi
Oleh: Maxi Ali Perajaka*
PEMILU Presiden dan Pemilu Legislatif 2024 tinggal empat hari lagi (terhitung dari Sabtu, 10/2). Hormn adrenalin para capres-cawapres, dan para calon legislatif (caleg), baik di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Pusat, barangkali meningkat jumlanya karena menghdapi situasi genting, menerima kenyataan: dipilih, ataukah diabaikan oleh warga pemilih.
Pileg kali ini memang penuh euforia, bahkan agak sumpek. Bayangkan, di tingkat provinsi (NTT) tercatat 992 caleg yang siap berebut 65 kursi DPRD NTT. Di masing-masing kabupaten jumlahnya, idak sedikit. Kalau ditotal jumlah mencapai ribuan.
Fenomena ini mengingatkan kita pada musim pendaftaran siswa baru di sekolah, atau musim musim lamaran kerja atau seleksi PNS.
Jumlah caleg untuk kursi DPR RI, dari Dapil I NTT Kupaten: Alor; Ende; Flores Timur; Lembata; Manggarai; Manggarai Barat; Manggarai Timur; Nagekeo; Ngada; Sikka, tidak kalahbanyaknya. Tercatat ada 103 caleg. Mereka bersaing memperebutkan 6 kursi DPR RI.
Tentu saja, secara matematis, peluangnya kecil sekali, hanya 0,15 persen. Namun, secara politis, peluangnya bersifat relatif: bisa kecil, bisa sedang, bisa juga besar. Itu semua tergantung dari cara mensosialisasi diri serta visi, misi dan program, sebelum dan selama masa kampanye yang hari ini, ditutup.
Salah satu realita yang selalu muncul dalam setiap Pileg adalah kehadiran politisi senior atau mereka yang sudah duduk di kursi legillatif selama beberapa periode, kembali ‘turun gunung’ untuk berkompetisi.
Meski tidak diutarakan secara terbuka (oleh para politisi muda/pendatang baru’), kehadiran para ‘politisi senior’ dalam percaturan Pileg, tentu saja adalah sebuah ‘momok’ tersendiri.
Menurut KBBI, ‘momok’ itu ‘hantu (untuk menakut-nakuti anak-anak). Atau, sesuatu yang menakutkan karena berbahaya, ganas,
Ya, ‘politisi senior’ itu ibarat ‘momok’, bukan karena mereka itu hantu benaran, tetapi karena mereka memiliki ‘kekuatan’ sangat besar, sehingga menakutkan para politisi ‘pendatang baru’.
Politis senior itu bisa saja ‘ganas’ dalam arti harafian, tetapi ‘mereka memiliki kemampuan sangat besar untuk menarik warga pemilih untuk bersimpati dan memihak kepada diri mereka. Kemampuan itu tampak melalui sejumlah program-program yang didasari oleh undang-undang seperti menyediakan dana reses, bantuan sosial, KIP dan lain-lain.
Sebab di mata warga masyarakat, semua ‘bantuan’ itu keluar dari kantong celana parai 'politisi’, bukan berasal dari negara yang disampaikan melalui tangan para politisi.
Makanya, di kalangan rakyat pemilih sering terdengar komentar, “Susah, caleg muka baru mau lolos kalau masih ada caleg muka lama seperti ( … beberapa nama yang tak elok disebutkan di sini).”
Keluhan masyarakat kecil ini sebetulnya membuka wacana baru dalam sistem perpolitikan kita: “Jika masa jabatan eksekutif dibolehkan hanya dua periode, mengapa masa jabatan legislatif dibiarkan berlangsung tanpa batas, sehingga membuka peluang seseorang menjadi ‘jompo’ di Senayan?”
Pertanyaan ini tentu saja menjadi bahan refleksi bagi setiap caleg yang ‘berhasil’ meraih kursi pada Pileg 11 Februari mendatang.
Salah satu dari 103 caleg (Pusat) dari Dapil I NTT adalah Agustinus Sarifin atau akrab disapa Gusti Sarifin.
Gusti adalah salah satu pendatang baru dalam kancah perpolitikan kita, karena baru pertama ini ia maju sebagai caleg.
Sebagai ‘muka baru’ dia datang dengan sejumlah idealisme, baik yang bisa diterapkan, atau mungkin akan sulit diterapkan karena berbagai faktor.
Namun, salah satu idealisme yang ‘masuk akal’ adalah memberdayakan ekonomi masyarakat kecil.
Dalam berbagai kesempatan, pria kelahiran Rua, 17 April 1969 ini mengatakan bahwa dirinya bersedia menjadi caleg dan siap bersaing memperebutkan salah satu dari 6 kursi DPR RI melalui Partai Kebangka Bangsa (PKB) karena mau menjadi pelayan banyak orang.
Ini terdengan seperi sebuya pernyataan klise. Namun, Gusti memang bertekad untuk menjadi ‘pelayan’ dengan cara berjuang bersama warga warga di di Pulau Flores, Alor dan Lembata untuk keluar dari kemiskinan.
“Setelah keluar masuk kampung, saya merasakan warga hidup dalam kesulitan ekonomi. Pendapatan mereka sangat kecil. Untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi untuk membiayai anak-anak ke jenjang pendidikan tingi. Oleh karena itu saya ingin mengangkat ekonomi mereka, salah satunya melalui program pengembangbiakan babi dan pertanian sayur-sayuran untuk mengisi lahan nganggur,” ujarnya.
Makanya, sejak tahun 2019, jauh sebelum kebisingan Pileg, Gusti sudah merintis pembentukan kelompok peternak babi, mulai dari Kabupaten Manggarai Barat hingga Kabupaten Sikka.
“Maaf, kepada para kelompok peternak, selama musim kampanye ini, program ini terhenti sementara. Maklum, seluruh energi saya diarahkan ke politik,” ujarnya.
Selain itu, Gusti juga berkomitmen meningkatkan mutu SDM generasi muda Flores, Lembata dan Alor.
Terkait ini, sejak tahun 2020 lalu, melalui Yayasan Peduli, Gusti sudah merekrut sejumlah lulusan SMA/K dari beberapa kabupaten di Flores dan memberi mereka beasiswa penuh untuk kuliah Prodi Framasi, Jurusan Apoteker di sebuah Perguruan Tinggi di Semarang.
Tak hanya itu, ia pun sudah berkomitmen untuk menampung para lulusan Jurusan Apoteker itu di sejumlah sejumlah Apotik yang telah ia bangun baik, di Kota Semarang, Jawa Tengah maupun di beberapa kecamatan di Manggarai dan Manggarai Barat, Flores.
“Semua itu tidak ada kaitannya dengan posisi saya sebagai calon anggota DPR RI. Kalau pun dianggap ada kaitannya, lebih sebagai dampak. Karena banyak yang memberi masukan, kalau saya menjadi anggota DPR RI tentu makin banyak yang bisa dibantu,” kata mantan Manager HRD jaringan Apotik Roxy di Jakarta itu.
Gusti jujur mengakui, dirinya berani terjun ke politik karena terinspirasi oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang melayani publik dari hati yang tulus.
“Ya, itu tadi, kalau (saya) jadi wakil rakyat, saya bisa membantu ebih banyak warga masyarakat,” ujarnya.
Gusti adalah sosok pebisnis dan politisi muda yang mengandalkan jejaring sosial karena bertumbuh dan menjadi ‘matang di dalamnya.
Selaku pebisnis ia bertumbuh dalam jaringan sosial antarmanajer perusahaan nasional dan multinasional (Jepang) di ibukkota Jakarta.
Oleh karena jaringan itu pula ia berkomitmen membeasiswai sejumlah generasi muda untuk kuliah Faramasi di beberapa kota di Pulau Jawa, terutama di Kota Semarang.
Secara sosial, Gusti aktif dalam jejaringan sosial komunitas Manggarai di Jabodetabek, dan jaringan alumni Seminari Santo Yohanes Berkmans Mataloko (Alsemat), baik di Alsemat Jabodetabek maupun Alsemat Nusantara.
Sebagai seorang yang pernah belajar di SMP Seminari Pius XII Kisol, SMA Seminari St Yohanes Berkmans Mataloko dan Seminari Tinggi Ritapiret/STFK Ledalero, Gusti memiliki ‘kedekatan emosional’ dengan gereja Katolik, khususnya dengan para tokoh awam katolik, imam dan uskup yang adalah para sahabatnya di Seminari dulu.
Makanya, tak heran ia kerap menjadi nara sumber untuk berbagi pengalaman tentang dunia wirausaha di berbagai komunitas OMK Paroki, di Kampus Unika St Paulus Ruteng, dan di almaternya, STFK yang kini sudah berubah bentuk menjadi IFTK Ledalero.
Kedekatan emosional itu pula yang mendorong Gusti -jauh sebelum menjadi caleg – sering berbagi, mendonasikan sebagian dari rejekinya untuk mendukung kegiatan pastoral gereja dan kegiatan ekstrakurikluer para seminaris.
Empat hari lagi (terhitung dari Sabru, 10/2), Gusti akan menemui ‘kenyataan’: terpilih untuk duduk di kursi DPR RI periode 2024-2029, atau sebaliknya, tidak terpilih.
Hal itu tergantung pada suara hati dan pilihan warga pemilih Dapil I NTT yang terbentang dari ujung barat Flores hingga di ujung timur, Pulau Alor.
Tentu saja, sebagai bagian dari ‘civil society’ Flors, Lembata dan Alor, kita mengharapkan Gusti Sarifin mendapat mandat dari warga pemilih untuk duduk di kursi DPR RI periode 2024-2029.
Mengapa? Pertama, karena Gusti adalah politisi muda yang memiliki idealisme ‘besar’ untuk kebaikan masyarakat kecil Flores, Lembata dan Alor.
Kedua, Gusti adalah orang muda yang berpendidikan tinggi dan berwawasan nasional serta global. Ia dapat menjadi mitra sekaligus ‘penerus’ para politisi senior dari Flores, Lembata dan Alor, seperti Mlekhias Mekeng, Hugo Parera, Benny K Harman dan beberapa yang lain.
Kedua, Gusti dikenal memahami kebutuhan gereja lokal Flores, Lembata dan Alor. Keberdaaan Gusdi di Senayan akan memperkuat tim wakil rakyat dari Dapil I NTT yang menyuarakan kepentingan gereja dan rakyat NTT wilayah utara.
Meski agak sentimentil, sebagai sesama warga Alsemat, penulis berdoa, semoga semua warga Alsemat mendoakan Gusti Sarifin supaya bisa duduk di Senayan, mengisi kevakuman selama beberapa dekade, ditinggalkan anggota Alsemat sangat sepuh seperti Dr Jan Rberu. (*)
*Maxi Ali Perajaka, adalah anggota Alsemat.
8 bulan yang lalu
setahun yang lalu
2 tahun yang lalu